Tertinggalnya Pengelolaan Sampah Banda Aceh

Islam telah nyata memerintahkan umatnya untuk menghindari perilaku yang menghasilkan sampah (Al’Isra: 27 dan Al-An’am: 141) dan menjaga kebersihan (Al-Baqarah: 222). Namun kenyataannya hal ini masih belum sanggup kita tunaikan. Padahal, dibandingkan dengan ibukota lainnya di Indonesia, jumlah penduduk Kota Banda Aceh tidak banyak. Hanya sekitar 254.904, jauh di bawah rata-rata jumlah penduduk ibukota lainnya di Indonesia yaitu 1.020.790. Selayaknya dengan jumlah penduduk yang tidak banyak, sistem pengelolaan permukiman seperti pengelolaan sampah semestinya dapat dimaksimalkan. Namun, sistem pengelolaan sampah di Banda Aceh dapat dikatakan kuno dan perkembangannya pun lambat sehingga tertinggal jika dibandingkan dengan ibukota lainnya di Indonesia, apalagi di dunia yang sudah berkiblat ke sistem nol sampah (zero waste). Sistem pengelolaan sampah dapat dibagi menjadi 5 sub-sistem yaitu peran serta masyarakat, peraturan, kelembagaan, pembiayaan, dan teknis operasional.

Dalam pelaksanaan peran serta masyarakat, masyarakat Banda Aceh seringkali divonis tidak memiliki kesadaran yang cukup mengenai kebersihan dan pengelolaan sampah. Sebenarnya tidak demikian, indikasinya adalah kebiasaan berbagai gampong melaksanakan kerja bakti secara berkala. Jumlah komunitas peduli lingkungan di Banda Aceh pun ada lebih dari 50 komunitas. Komunitas-komunitas ini aktif melaksanakan berbagai kegiatan seperti kerja bakti, diskusi, kampanye, dan aksi-aksi lainnya. Antara lain aksi bersama yang patut mendapat apresiasi adalah peringatan Hari Peduli Sampah Nasional yang rutin dilaksanakan setiap bulan Februari tiga tahun terakhir. Dalam setiap peringatan tersebut, walikota yang menjabat selalu membacakan Deklarasi Indonesia Bebas Sampah. Selain itu pada Oktober 2017 lalu, komunitas-komunitas lingkungan di Banda Aceh bersama dengan Pemerintah Kota Banda Aceh menjadi penyelenggara Jambore Bergerak Indonesia Bebas Sampah 2020 yang didukung pemerintah pusat dan dihadiri oleh 234 peserta dari 22 provinsi di Indonesia.

Memang masih sering pula ditemui masyarakat yang membuang sampah sembarangan ke pinggir jalan dan sungai. Juga masih banyaknya masyarakat dan bahkan instansi pemerintah yang membakar sampah. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman mengenai hak dan kewajibannya dalam tata cara mengelola sampah yang bertanggungjawab. Pemerintah Kota Banda Aceh semestinya mampu mengedukasi dan menertibkan perilaku masyarakat yang belum bertanggungjawab. Puluhan komunitas lingkungan yang ada telah menyatakan diri siap membantu mengedukasi masyarakat namun tidak akan bisa memberikan dampak nyata apabila tidak harmonis pergerakannya dengan penegakkan hukum oleh Pemerintah Kota.

Kota Banda Aceh tidak kekurangan payung hukum dalam melaksanakan pengelolaan sampah yang baik. Lima tahun sebelum Pemerintah Indonesia menerbitkan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, Pemerintah Kota Banda Aceh telah lebih dulu menerbitkan Qanun No. 5 Tahun 2003 Tentang Kebersihan dan Keindahan. Papan sosialisasinya masih dapat kita temukan di Peunayong. Kini Qanun tersebut telah diperbarui dengan Qanun No. 1 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Sampah. Penertiban pengelolaan Sampah Kota Banda Aceh dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan keberadaan UU dan Qanun tersebut, selain juga tersedianya PP No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Permen Dagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah, Permen PU No. 3 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Berbagai peraturan tersebut telah menjelaskan dengan terang-benderang mengenai hak dan kewajiban setiap pihak dalam pengelolaan sampah. Mulai dari pelarangan bakar sampah dan buang sampah sembarangan yang pelanggarnya didenda maksimum Rp.10.000.000 (sesuai UU 18/2008 Ps. 29 dan Qanun 1/2017 Ps. 40), kewajiban penyelenggara acara dalam mengelola sampah acara, serta kewajiban pengelola area komersial dan perkantoran serta pemerintahan gampong dalam mengelola sampahnya sendiri.

Sudah sering muncul dalam pemberitaan mengenai penindakan dan pengadilan terhadap pelanggar peraturan persampahan di kota-kota lain seperti Jakarta, Depok, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, dan lainnya. Bahkan pada bulan Agustus tahun 2014, Wali Kota Bandung yaitu Ridwan Kamil pernah dilaporkan oleh masyarakat Kota Bandung ke Ombudsman karena dinilai lalai dalam menerapkan peraturan persampahan. Setelah dilaporkan, Ridwan Kamil segera berbenah dan pada bulan Desember tahun 2014 berbagai peraturan persampahan telah mulai diterapkan termasuk adanya pemeriksaan kendaraan yang memasuki Kota Bandung dan denda bagi yang tidak menyediakan tempat sampah di dalam kendaraan. Kapan Banda Aceh menyusul?

Dalam sub sistem kelembagaan, Pemerintah Kota Banda Aceh harus lebih aktif dalam memimpin penyelenggaraan pengelolaan sampah dan tidak hanya bertumpu pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota (DLHK3) namun dapat melibatkan dinas lainnya seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kominfo, dan lainnya. Secara garis besar, arahan nasional telah diberikan melalui Kebijakan dan Strategi Persampahan Nasional (Jakstranas) yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 yang juga membagi tugas pengelolaan sampah ke kementerian lainnya selain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tahun ini Walikota Banda Aceh diwajibkan untuk menyusun dan melaksanakan Kebijakan dan Strategi Persampahan Daerah (Jakstrada) dan terancam tidak mendapat adipura apabila tidak berhasil membuat Jakstrada.

Kinerja DLHK3 selama ini banyak terhambat oleh perencanaan yang tidak matang, keberanian dalam berinovasi, dan ketersediaan anggaran. Masterplan persampahan Banda Aceh terakhir dibuat tahun 2007, merupakan masterplan darurat pasca tsunami yang disarankan diperbarui pada tahun 2012 namun tidak terlaksana. Memang saat ini sedang dilaksanakan pembuatan Perencanaan Teknis Manajemen Persampahan (PTMP). Namun di tengah pembuatannya, Pemerintah Kota Banda Aceh terus membuat inisiatif-inisiatif baru yang membuat pelaksanaan pengelolaan sampah terkesan terombang-ambing tidak jelas arahnya. Inisiatif terkini adalah rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di TPA Gampong Jawa. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Gubernur Irwandi Yusuf pada bulan November 2017 yang menyatakan TPA Gampong Jawa perlu ditutup, dipindahkan sampahnya ke TPA Blang Bintang, dan direhabilitasi untuk diangkat kembali marwahnya sebagai makam kerajaan Aceh. Justru inisiatif yang sebelumnya telah diapresiasi berbagai pihak yaitu Waste Collecting Point atau WCP malah terhambat perkembangannya akibat tidak mendapat anggaran dan dukungan yang cukup sehingga sejak 3 tahun lalu baru terlaksana di 3 gampong, itupun tersendat-sendat. Keberanian DLHK3 Banda Aceh dalam mengajukan anggaran dan kesadaran para anggota DPRK yang kita harapkan terhormat dalam memenuhi kebutuhan anggaran pengelolaan sampah perlu ditingkatkan.

Dalam sub-sistem teknis operasional, skema pengelolaan sampah di Banda Aceh masih menggunakan skema kumpul-pindah-angkut-buang yang tidak menyelesaikan masalah namun hanya memindahkannya hingga bertumpuk di TPA. Pengelolaan sampah secara teknis dalam berbagai standar di Indonesia dibagi menjadi dua upaya yaitu pengurangan dan penanganan. Dalam Jakstranas, pada tahun 2018 ini ditargetkan upaya pengurangan sampah diterapkan untuk 18% sampah sedangkan 73% sisanya ditangani dengan upaya penanganan sampah. Sementara di Banda Aceh, jangankan pengurangan atau penanganan, dapat kita lihat masih banyak sampah yang bahkan tidak terkelola karena masih banyaknya sampah dibakar, dibuang ke sungai, dan lainnya. Sehingga bagi Pemerintah Kota Banda Aceh pekerjaan rumah utama dalam pengelolaan sampah adalah mengejar pengelolaan sampah 100%.

Untuk mewujudkan Banda Aceh Bebas Sampah 2025, hal paling mudah yang dapat dimulai hari ini oleh Pemerintah Kota Banda Aceh adalah memberi contoh di kantor-kantor pemerintah dimulai dari rapat-rapat dan acara-acara yang tidak menghasilkan sampah (KLHK telah membuat pedoman yang mudah diikuti), pemilahan sampah, pengadaan bank sampah, dst. Dalam sambutannya di peluncuran aplikasi E-Berindah kemarin, Walikota Banda Aceh Aminullah Usman sempat membuat pernyataan meningkatnya jumlah sampah Banda Aceh perlu disyukuri karena itu indikasi peningkatan ekonomi. Itu paradigma lama, kini pertumbuhan ekonomi bisa sejalan dengan kebaikan ekologi melalui penerapan ekonomi melingkar (circular economy). Pemerintah memiliki kekuatan untuk mendorong diterapkannya ekonomi melingkar dengan mendorong tumbuhnya usaha-usaha yang ramah lingkungan, pengurangan dan penanganan sampah oleh pelaku industri (bekerja sama dengan pemerintah pusat) dan daur ulang sampah yang masih dihasilkan. Kita para warga juga dapat berpartisipasi dengan mengurangi sampah kita melalui upaya-upaya sederhana seperti membawa kantong belanja sendiri dan menolak plastik dalam berbagai bentuk (kantong plastik, botol minum sekali pakai, sedotan, sendok-garpu disposable, dll), mengompos sampah organik di rumah masing-masing, dll.


Ditulis oleh Zulfikar, warga Banda Aceh, alumni Teknik Lingkungan ITB, Pendiri Wirausaha Sosial Waste4Change dan berprofesi sebagai Tenaga Ahli Lingkungan dan Persampahan

Pindah Blog

 

Pindah ke haiizul.wordpress.com. Supaya seragam dengan akun-akun lainnya. Hehehe…

Karyawan Siang dan Seniman Malam

Tulisan ini terinspirasi dari obrolan gue dan temen gue kemaren di kampus. Gue udah lama ga ktemu dia dan dia ga keliatan sesemangat biasanya. Dia keliatan lebih lesu sedikit. Ternyata keseharian dia bikin dia sekarang jadi kaya gitu…
Sebelumnya gue harus cerita dia dulunya kaya apa. Dia dulu adalah aktivis kampus yang lumayan terkenal, tiap kali gue ketemu dia pasti dia menyapa gue dengan semangat 45. Jangan bayangin dia tipe aktivis yang demo ke jalan, bukan itu. Dia tipe yang sigap hadir di tiap daerah yang kena bencana. Dia juga sering ada di posko-posko bantuan donasi. Dia bener-bener mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya buat pengabdian masyarakat. Dia bilang dia sangat menikmati momen ketika dia turun ke lapangan.
Tapi sekarang dia kehilangan momen itu. Alasannya adalah tuntutan untuk mulai menghidupi diri dan juga mungkin menghidupi orang lain, alias pekerjaan. Bukan hal aneh ya, ini umum banget. Ada sebagian orang yang ngerasa, ada juga yang ngga. Ada yang bisa terpuaskan dengan berdonasi dengan uang hasil pekerjaannya untuk kegiatannya, tapi ga demikian dengan temen gue yang satu ini. Momennya ga dapet katanya. Tapi gue salut dia masih gelisah, karena banyak yang udah menyerah. “Eh, kok lo ga pernah ikutan blablabla (apapun kegiatan idealismenya dulu) lagi?”, “Ga sempet gue. Sekarang gue pulang kantor jam 4 trus di jalan 2 jam, sampe rumah capek, dst…”. Sering tuh kedengaran gitu…
Setelah setahun lebih gue berkarir di Jakarta, gue menemukan banyak orang yang sukses menyiasati tuntutan pekerjaan dan ribetnya kehidupan kota. Inilah yang gue bilang karyawan siang dan seniman malam. Mereka adalah orang-orang yang berjuang mengatur waktu kesehariannya dan memaksa diri untuk bisa menyeimbangkan kantong (duit) dan jiwanya (idealisme). Mereka bekerja di siang hari untuk menghidupi diri lalu meluangkan malam untuk mengobati dahaga jiwa. Butuh effort lebih pastinya.
Orang kaya gini ternyata juga tidak sedikit, wadahnya pun juga makin banyak. Banyak diskusi dibikin di malam hari dan seringkali ada rapat komunitas malem-malem buat bahas kegiatan komunitas itu sendiri.
Effort lebih yang gue liat di sekitar gue lebih gila dari yang dulu gue kira. Gue pernah rapat di daerah Menteng sampe hampir jam 12 malem, pas bubaran gue baru tau rumah 1/3 peserta rapat pada di Cibubur dan sisanya juga ga ada yang di Menteng. Gue waktu itu ikut rapat sampe jam segitu karena toh kantor gue masuk jam 9-an dan cukup longgar. Yah tapi mereka yang rumahnya jauh rata-rata pada mulai aktivitas pagi sekitar jam 7. Latian aikido juga gitu, orang-orang yang pingin peningkatan skillnya maksimal pada deliberate practice, walaupun rumahnya jauh latian sampe jam 11 atau 12 malem. Cukup edan buat gue. Bener-bener bikin malu kalo gue cuma gitu- gitu doang.
Hiduplo pilihanlo, bisa lo atur semaksimalnya buat lo sendiri. Bung Yoris yang kreatif itu punya caranya sendiri, dia membagi waktunya 70% buat kumpulin duit, 20% buat ngelakuin hal yang anak gila tapi ngehasilin duit, dan 10% buat hal yang benar-benar gila. Gue ga ngajak lo buat bagi waktulo persis kaya gitu, bisa beda-bedalah… Gue nulis ini karena gue pingin ajak temen gue itu, juga lo, dan buat memantapkan gue sendiri juga bahwa masih bisa berkarya walaupun tuntutan hidup bikin makin sibuk. Makin disiplin yuk ah.

‘Tanya kenapa.’

Barusan gue menghapus blog friendster gue. Sebelumnya walaupun lama dicuekin tapi ga pernah diapus. Tapi ternyata akhir-akhir ini blog itu sering mendapat serangan spam. Jadi supaya ga bikin inbox gue penuh ya gue hapuslah blog itu. Tapi sebelum dihapus tentunya semua tulisan dan komentar disalin ke satu dokumen sendiri, ini kenangan berharga yang ga boleh dihapus gitu aja. Gue baca-baca juga tulisan-tulisan gue dulu. Menarik. Kembali ke masa lalu saat kelas tiga sma sampai bulan-bulan pertama kuliah. Ada satu tulisan yang pingin gue bagi di sini. Tulisan jaman gue mulai banyak bertanya. Silakan dijelajahi, judulnya: ‘Tanya kenapa.’

 

Tanya kenapa.

Hari ini, setelah sahur.
Gw tidur, gw bermimpi bahwa gw naik gunung lagi. Tapi aneh, di kaki gunung tanahnya pada berantakan, ada traktor yang lagi ngebongkar tanah. Kayaknya di kaki gunung itu mo dibikin sesuatu. Gw sedih. Trus gw lanjutin perjalanan, gw ketemu dengan temen gw yang hubungan gw dengan dia selama ini ga enak. Kebetulan ketemu di gunung, gw sekalian aja ajak ngobrol dan minta maap. Kemudian mimpi gw seperti dipercepat, gw bertemu dengan 2 anak kecil cewek yang lucu. Gw ngobrol banyak dengan mereka, akrab banget… Kayaknya gw ga akan bosen ngobrol dengan mereka, tapi akhirnya terjadi perpisahan. Gw harus pulang ke kota, dalam mimpi gw itu entah kenapa gw menangis, mungkin kareana perpisahan? Setelah itu gw terjaga lagi. Trus gw nyalain tv, liat berita. Parah banget, berita pagi ini dipenuhi dengan berita tentang penderitaan rakyat akibat bbm naek, abis itu ada berita flu burung yang udah menjalar ke Yunani, abis itu masih ada berita serangan udara Amerika terhadap negara Islam, katanya buat membasmi teroris tapi sebagian besar yang meninggal orang-orang sipil. Ngliat itu semua, gw jadi lemes. Kenapa di dunia ini banyak banget masalah? Kenapa banyak orang suka nyelesain masalah dengan masalah? Kenapa banyak orang mungkin termasuk gw ga bisa belajar dari pengalaman dan menjadi lebih wise dalam mengambil keputusan? Kenapa kita masih tercerai-berai? Kenapa ada negara maju yang sedemikian maju sehngga kelebihan makanan tapi masih ada negara yang penduduknya mati kelaparan? Kenapa kita diam setelah melihat kenyataan? Kenapa banyak di antara kita cuma bisa ngomentarin dari belakang atau cuma bisa ngomel di depan tv? Kenapa kita gak ambil tindakan nyata?
Abis itu gw kuliah dengan males. Lesu. Perasaan gw campur-aduk. Gw sendiri ga ngerti knapa otak gw yang biasanya cuek-cuek aja, hari ini jadi penuh dengan masalah-masalah kemanusiaan di satu sisi dan kangen gunung di sisi lainnya.
Gw ga ngerti.

 

Pilihan Hidup

Sudah lama sekali saya tidak mengisi blog ini. Beberapa bulan terakhir saya dihadapkan dengan tantangan mengurus jalur dan arah hidup secara lebih mandiri. Ya, seorang sarjana memang sudah harus mampu berdikari. Tidak perlu menunggu lulus sebenarnya saya sudah punya rencana hidup saya. Tapi pelaksanaannya tentu lebih seru daripada perencanaannya.

Saya tau bahwa saya bukan orang yang senang dikekang. Tentu saja, saya pikir siapa sih manusia berpikir yang suka dikekang? Tentu saya ingin bebas berpikir, berkarya, beropini, bebas melakukan apa yang ingin saya lakukan dan tentunya siap menerima konsekuensi apapun dari tingkah laku saya. Saya ingin bebas.

Hidup yang ideal di kepala saya adalah hidup yang dinamis, selalu berkembang dan jauh dari rutinitas yang melumpuhkan jiwa petualang. Oke, dua itu saja dulu. Saya ingin hidup bebas dan dinamis. Dari dua keinginan saya tadi saya memutuskan bahwa saya tidak ingin bekerja di perusahaan besar. Kerja untuk hidup, bukan hidup untuk kerja. Maaf, tapi saya rasa sebagian besar perusahaan besar yang ada tidak hanya membuat hidup untuk kerja tapi justru membuat mati (mati jiwa, idealisme, dll). Oke, kita memang bisa bertahan dan tetap menjadi diri sendiri walau berada dalam perusahaan besar. Tapi daripada sekedar bertahan, saya lebih suka maju menerjang. Jadi pilihan saya bukan pada perusahaan besar, saya jauh lebih memilih membesarkan perusahaan. Semoga ini dapat menjelaskan jika ada rekan yang bingung mengapa saya tidak pernah melamar pekerjaan di perusahaan besar dan malas ikut hadir dalam job fair.

Memang ada beberapa perkecualian, saya mengikuti tes cpns di beberapa kementerian negara. Alasannya adalah: saya ingin berkarya nyata di bidang yang telah saya pelajari di pendidikan sarjana saya yaitu teknik lingkungan. Menjadi pegawai negeri di beberapa kementerian dapat menjadi jalur yang sangat baik untuk pencapaian hal ini. Namun saya sadar sepenuhnya bahwa itu bukanlah satu-satunya jalur berkarya di bidang saya. Selalu ada cara untuk berkarya dan saya telah menggelutinya sebelum mengikuti tes cpns. Akhirnya saya tidak lulus dari tes tersebut. Ya sudah, semoga yang terpilih dapat optimal berkarya di sana dan saya akan berkarya dengan jalur lain. Semoga bersama-sama kami bisa memperbaiki Indonesia dan dunia.

Lalu jika saya ingin hidup bebas, dinamis, dan mampu berkarya pada bidang saya (teknik lingkungan terutama sanitasi) mengapa saya memilih pekerjaan saya sekarang di perusahaan bidang pendidikan? Bidang pendidikan memang juga menjadi minat saya walau bukan yang utama. Menyenangkan melihat orang-orang berkembang secara nyata, hal ini sering terlihat di dunia pendidikan. Walau demikian, pekerjaan saya saat ini bukan untuk mendidik namun untuk menyebarkan pentingnya pendidikan yang benar. Bagaimana pendidikan yang benar mungkin akan saya tuliskan lain kali. Nah, dalam pekerjaan ini saya harus banyak berkeliling ke tempat-tempat baru. Ini cocok dengan pilihan hidup saya yang dinamis. Perusahaan saya belum menjadi perusahaan besar, banyak kebebasan yang bisa saya nikmati sambil turut serta berusaha membesarkan perusahaan. Salah satu kebebasan yang bisa saya nikmati adalah kebebasan untuk tetap berkarya pada bidang sanitasi. Hal terakhir ini sudah saya tekankan sejak pertama kali saya bersedia bergabung dengan perusahaan.

Kurang lebih inilah yang saya inginkan saat ini, pekerjaan yang menyenangkan dan mampu mendukung penghidupan saya serta kebebasan untuk tetap melaksanakan passion saya. Tentu bukan berarti saya akan stop di sini. Ini adalah permulaan yang baik.

A man can be free without being great, but no man can be great without being free.
(Kahlil Gibran’s letter May 16,
1913.)

-Argo Parahyangan, 13 Februari 2011-

Sang Idealis Telah Menjadi Sang Visioner

Ini tentang hasil tes kepribadian saya yang saya ambil kembali, ternyata hasilnya berubah. Tes sebelumnya mengatakan bahwa saya adalah seorang yang idealis. Sebenarnya saya merasa cocok-cocok saja dengan deskripsi seorang idealis yang dimaksud (baca: Saya Seorang Idealis). Namun memang ada satu faktor yang meragukan. Sang idealis memiliki empat ciri kepribadian, yaitu: introverted, intuition, feeling, perceiving.  Saya rasa (dan begitu juga dengan banyak teman yang melakukan protes) saya bukanlah seorang yang introverted. Saya jelas extraverted, sangat mudah bagi saya menceritakan persoalan pribadi saya pada teman-teman saya.

Selain satu faktor yang menjadi faktor utama tersebut, kegiatan yang saya alami akhir-akhir ini, tontonan, dan bacaan saya sepertinya juga sangat mempengaruhi kepribadian saya. Selain extraverted, saya juga merasa ada hal lain yang berubah menjadi tidak sesuai. Maka akhirnya saya mengambil lagi tes tersebut sebelum saya menulis artikel ini. Hasilnya: saya visioner. Sang visioner memiliki empat ciri yaitu ENTP: extraverted, intuitive, thinking, perceiving. Paparan lebih lengkap mengenai karakter seorang visioner ENTP dapat dilihat pada artikel berikut yang diambil dari http://www.personalitypage.com/ENTP.html.

The Visionary

As an ENTP, your primary mode of living is focused externally, where you take things in primarily via your intuition. Your secondary mode is internal, where you deal with things rationally and logically.

With Extraverted Intuition dominating their personality, the ENTP’s primary interest in life is understanding the world that they live in. They are constantly absorbing ideas and images about the situations they are presented in their lives. Using their intuition to process this information, they are usually extremely quick and accurate in their ability to size up a situation. With the exception of their ENFP cousin, the ENTP has a deeper understanding of their environment than any of the other types.

This ability to intuitively understand people and situations puts the ENTP at a distinct advantage in their lives. They generally understand things quickly and with great depth. Accordingly, they are quite flexible and adapt well to a wide range of tasks. They are good at most anything that interests them. As they grow and further develop their intuitive abilities and insights, they become very aware of possibilities, and this makes them quite resourceful when solving problems.

ENTPs are idea people. Their perceptive abilities cause them to see possibilities everywhere. They get excited and enthusiastic about their ideas, and are able to spread their enthusiasm to others. In this way, they get the support that they need to fulfill their visions.

ENTPs are less interested in developing plans of actions or making decisions than they are in generating possibilities and ideas. Following through on the implementation of an idea is usually a chore to the ENTP. For some ENTPs, this results in the habit of never finishing what they start. The ENTP who has not developed their Thinking process will have problems with jumping enthusiastically from idea to idea, without following through on their plans. The ENTP needs to take care to think through their ideas fully in order to take advantage of them.

The ENTP’s auxiliary process of Introverted Thinking drives their decision making process. Although the ENTP is more interested in absorbing information than in making decisions, they are quite rational and logical in reaching conclusions. When they apply Thinking to their Intuitive perceptions, the outcome can be very powerful indeed. A well-developed ENTP is extremely visionary, inventive, and enterprising.

ENTPs are fluent conversationalists, mentally quick, and enjoy verbal sparring with others. They love to debate issues, and may even switch sides sometimes just for the love of the debate. When they express their underlying principles, however, they may feel awkward and speak abruptly and intensely.

The ENTP personality type is sometimes referred to the “Lawyer” type. The ENTP “lawyer” quickly and accurately understands a situation, and objectively and logically acts upon the situation. Their Thinking side makes their actions and decisions based on an objective list of rules or laws. If the ENTP was defending someone who had actually committed a crime, they are likely to take advantage of quirks in the law that will get their client off the hook. If they were to actually win the case, they would see their actions as completely fair and proper to the situation, because their actions were lawful. The guilt or innocence of their client would not be as relevant. If this type of reasoning goes uncompletely unchecked by the ENTP, it could result in a character that is perceived by others as unethical or even dishonest. The ENTP, who does not naturally consider the more personal or human element in decision making, should take care to notice the subjective, personal side of situations. This is a potential problem are for ENTPs. Although their logical abilities lend strength and purpose to the ENTP, they may also isolate them from their feelings and from other people.

The least developed area for the ENTP is the Sensing-Feeling arena. If the Sensing areas are neglected, the ENTP may tend to not take care of details in their life. If the Feeling part of themself is neglected, the ENTP may not value other people’s input enough, or may become overly harsh and aggressive.

Under stress, the ENTP may lose their ability to generate possibilities, and become obsessed with minor details. These details may seem to be extremely important to the ENTP, but in reality are usually not important to the big picture.

In general, ENTPs are upbeat visionaries. They highly value knowledge, and spend much of their lives seeking a higher understanding. They live in the world of possibilities, and become excited about concepts, challenges and difficulties. When presented with a problem, they’re good at improvising and quickly come up with a creative solution. Creative, clever, curious, and theoretical, ENTPs have a broad range of possibilities in their lives.

Jungian functional preference ordering for ENTP:

Dominant: Extraverted Intuition
Auxiliary: Introverted Thinking
Tertiary: Extraverted Feeling
Inferior: Introverted Sensing

The Visionary

As an ENTP, your primary mode of living is focused externally, where you take things in primarily via your intuition. Your secondary mode is internal, where you deal with things rationally and logically.

With Extraverted Intuition dominating their personality, the ENTP’s primary interest in life is understanding the world that they live in. They are constantly absorbing ideas and images about the situations they are presented in their lives. Using their intuition to process this information, they are usually extremely quick and accurate in their ability to size up a situation. With the exception of their ENFP cousin, the ENTP has a deeper understanding of their environment than any of the other types.

This ability to intuitively understand people and situations puts the ENTP at a distinct advantage in their lives. They generally understand things quickly and with great depth. Accordingly, they are quite flexible and adapt well to a wide range of tasks. They are good at most anything that interests them. As they grow and further develop their intuitive abilities and insights, they become very aware of possibilities, and this makes them quite resourceful when solving problems.

ENTPs are idea people. Their perceptive abilities cause them to see possibilities everywhere. They get excited and enthusiastic about their ideas, and are able to spread their enthusiasm to others. In this way, they get the support that they need to fulfill their visions.

ENTPs are less interested in developing plans of actions or making decisions than they are in generating possibilities and ideas. Following through on the implementation of an idea is usually a chore to the ENTP. For some ENTPs, this results in the habit of never finishing what they start. The ENTP who has not developed their Thinking process will have problems with jumping enthusiastically from idea to idea, without following through on their plans. The ENTP needs to take care to think through their ideas fully in order to take advantage of them.

The ENTP’s auxiliary process of Introverted Thinking drives their decision making process. Although the ENTP is more interested in absorbing information than in making decisions, they are quite rational and logical in reaching conclusions. When they apply Thinking to their Intuitive perceptions, the outcome can be very powerful indeed. A well-developed ENTP is extremely visionary, inventive, and enterprising.

ENTPs are fluent conversationalists, mentally quick, and enjoy verbal sparring with others. They love to debate issues, and may even switch sides sometimes just for the love of the debate. When they express their underlying principles, however, they may feel awkward and speak abruptly and intensely.

The ENTP personality type is sometimes referred to the “Lawyer” type. The ENTP “lawyer” quickly and accurately understands a situation, and objectively and logically acts upon the situation. Their Thinking side makes their actions and decisions based on an objective list of rules or laws. If the ENTP was defending someone who had actually committed a crime, they are likely to take advantage of quirks in the law that will get their client off the hook. If they were to actually win the case, they would see their actions as completely fair and proper to the situation, because their actions were lawful. The guilt or innocence of their client would not be as relevant. If this type of reasoning goes uncompletely unchecked by the ENTP, it could result in a character that is perceived by others as unethical or even dishonest. The ENTP, who does not naturally consider the more personal or human element in decision making, should take care to notice the subjective, personal side of situations. This is a potential problem are for ENTPs. Although their logical abilities lend strength and purpose to the ENTP, they may also isolate them from their feelings and from other people.

The least developed area for the ENTP is the Sensing-Feeling arena. If the Sensing areas are neglected, the ENTP may tend to not take care of details in their life. If the Feeling part of themself is neglected, the ENTP may not value other people’s input enough, or may become overly harsh and aggressive.

Under stress, the ENTP may lose their ability to generate possibilities, and become obsessed with minor details. These details may seem to be extremely important to the ENTP, but in reality are usually not important to the big picture.

In general, ENTPs are upbeat visionaries. They highly value knowledge, and spend much of their lives seeking a higher understanding. They live in the world of possibilities, and become excited about concepts, challenges and difficulties. When presented with a problem, they’re good at improvising and quickly come up with a creative solution. Creative, clever, curious, and theoretical, ENTPs have a broad range of possibilities in their lives.

Jungian functional preference ordering for ENTP:

Dominant: Extraverted Intuition
Auxiliary: Introverted Thinking
Tertiary: Extraverted Feeling
Inferior: Introverted Sensing

Manusia Belajar dari Kehidupannya

Hari Jumat kemarin saya menemani ibu keliling-keliling Rawamangun cari tempat beli kolang-kaling (hey it’s a rhyme). Ternyata hari beranjak sore dan ibu teringat belum shalat dzuhur. Akhirnya kami singgah di masjid sekolah saya dulu. Masjid di lingkungan SD Muhammadiyah 24 Rawamangun, Jakarta Timur.Sementara ibu shalat, saya mampir ke kantor guru. Tidak ramai, tapi saya menemukan dua guru SD saya di sana. Mereka memang sudah menjadi lebih tua, tapi tidak terlalu berbeda dengan ketika mengajar saya dulu. Padahal sudah 10 tahun lebih, tapi perubahan mukanya tampak baru bertambah beberapa tahun. Orang bilang jadi guru memang bisa membuat awet muda. Malah dulu di SD saya ini guru olahraga ada dua, satu muda satu lebih tua. Belakangan baru saya ketahui kalau ternyata yang tua itu adalah guru olahraga yang mengajar guru olahraga yang lebih muda waktu si guru olahraga muda masih SD. Ternyata guru olahraga tua sudah setua itu. Sama sekali tidak terduga.Selain ngobrol dengan kedua guru yang ada di kantor, saya mencari satu poster yang selalu menarik perhatian saya sejak SD dulu. Ternyata poster itu masih ada.

Kata-kata dalam poster itu menarik sekali. Begini kata-katanya:

Anak-anak Belajar dari Kehidupannya

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri

Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupannya, yaitu cinta kepada Khaliqnya.

Kata-kata itu dilihat setiap hari oleh guru-guru SD saya. Mempengaruhi  gaya mengajar mereka. Masa belajar di SD memang masa yang menyenangkan. Benar sekali kata-kata itu, anak-anak memang belajar dari kehidupannya. Saya belajar dari kehidupan saya.

Semua yang telah saya lalui adalah yang membentuk diri saya. Semuanya. Segala pengalaman bermain, belajar, susah, senang, sedih, semuanya. Saya hari ini menjadi orang yang berani mencoba sesuatu yang baru mungkin karena jarang ada yang pernah menghukum atau memarahi saya kalau saya berbuat sesuatu yang berbeda, saya selalu punya cara untuk melampiaskan isi pikiran saya. Saya hari ini juga menjadi orang yang lempeng, kurang semangat bersaing, mungkin juga karena sejak kecil jarang terlibat dalam persaingan seperti misalnya olahraga kompetisi.

Orang lain pun pasti dibentuk oleh kehidupannya. Jangan heran jika ada orang yang suka marah-marah, tanyakan saja padanya apa kisah hidupnya sampai ia menjadi pemarah. Tanyakan saja! Mungkin dengan menanyainya ia menjadi sadar dan mencoba berubah (jika ia merasa perlu mengubah dirinya). Dari jawabannya pun kita dapat mengambil pelajaran bagi diri kita, untuk diri kita sendiri atau untuk mengajari keturunan kita nanti. Ini menarik. Saya melihat ayah saya, dan saya tahu apa kisah masa kecilnya yang menjadikan dia seperti itu sehingga saya bisa mempelajari bagaimana seharusnya saya menyediakan pengalaman hidup bagi anak saya nantinya.

Mungkin memang masih panjang, masih lama. Tapi tidak ada salahnya dirintis hari ini. Alhamdulillah hidup belum berakhir, hari ini usia saya 23 tahun lebih 4 bulan dan beberapa hari, semoga masih banyak waktu bagi saya. Masih banyak pengalaman yang bisa mengajarkan saya. Life will always be a great adventure. Yeah!!

Kisah Lama: Mahameru 2005

Ini adalah cerita mengenai perjalanan ke Puncak Gunung Semeru yang saya dan teman-teman lakukan pada pertengahan 2005, lima tahun yang lalu. Perjalanan ini saya laksanakan tanpa mendapat izin dari ibu. Bukan sesuatu yang perlu dicontoh. Saat itu, hingga hari ini, saya sangat ingin naik gunung. Sayangnya perjalanan ini merupakan terakhir kalinya saya naik gunung. Saya harap tahun ini saya bisa kembali naik gunung.

A Journey To Mahameru

At last… Saya kembali berada di sini, di tengah suasana ibukota yang sudah sejak Rabu 13 Juli kemarin sampai hari ini Senin 18 Juli 2005 saya tinggalkan untuk mendaki Semeru. Akhirnya setelah tahun lalu saya mendaki Gunung Rinjani 3.726 m dpl dan berhasil mencapai puncak pada tanggal 16 Juli 2004 pukul 06.23 saya naik gunung lagi, seperti yang sudah saya sebutkan di atas, target kali ini adalah Puncak Mahameru, 3.676 m dpl.

Pendakian kali ini diikuti oleh para anggota ELPALA (Enam Lapan Pecinta Alam): Nando (XIX), David/Konde (XVI), Hafidza/Tie-tie (XIX), Meta (XVIII), Teguh (XVII), Yoga Pratama/Tama (XIV), dan gw sendiri Zulfikar/Ijul (XVIII) serta 2 anggota menyusul setelah mendaki Gunung Lawu: Bakti (VII) dan Asa (XX).

Tim Pendaki

Hari I, Rabu 13 Juli 2005

Setelah belanja persediaan makanan pada tanggal 12 Juli, tim berkumpul di SMA N 68 pada keesokan harinya untuk memulai ekspedisi kali ini. Saya sendiri baru berangkat setelah mencium lutut ibu yang hingga keberangkatan tidak juga memberikan izin pada saya. Bulan depan saya mulai berkuliah, mungkin semakin jarang kesempatan naik gunung bersama ELPALA. Saya bersikeras, saya tetap berangkat walau ibu melarang. Pergolakan batin tentu terjadi hingga akhirnya mantap membangkang. Persiapan sudah maksimal, fisik dan logistik. Baik, berangkat. Maaf Bu.

Tim berkumpul pada jam 10 pagi dan kemudian berangkat menuju Stasiun Senen untuk membeli tiket KA Matarmaja seharga Rp55.000,- dengan jadwal keberangkatan Pukul 14.10. Setelah berkutat dengan para calon pembeli lainnya, akhirnya tiket dapat dibeli dengan sukses. Setelah makan siang, tim berangkat menuju Malang. Suasana KA kelas ekonomi itu bener-bener ramai, tidak pernah sepi. Baru memasuki gerbong kami sudah harus berargumentasi dengan seorang kakek tua yang memaksa menduduki tempat kami. Akhirnya kami berbagi. Sehingga posisi tidur semakin susah, selain karena posisi duduk yang kurang nyaman juga karena para penjual berbagai macam barang yang aktif berlalu-lalang di lorong gerbong.

Hari II, Kamis 14 Juli 2005

Memang benar semboyan yang berbunyi: “Sengsara membawa nikmat.” Setelah berada di kereta sekitar 20 jam (ngaret!!) akhirnya tim sampai di Malang dan langsung santap siang. Setelah kenyang, tim menggunakan angkot ke daerah Tumpang, dari sana tim menyewa sebuah Jip yang digunakan untuk mengantar ke pos pertama pendakian yang bernama Ranu Pani. Setelah mengurus izin ini-itu, tim akhirnya memulai pendakian sekitar pukul 5 sore. Sore mulai berganti malam, dan cerah pun berganti hujan. Dengan penerangan senter dan penghangatan jaket serta perlindungan rain coat, tim terus melanjutkan pendakian malam itu. Target malam ini: Ranu Kumbolo.

Setelah berjalan selama ± 3 jam, akhirnya tim mencapai Ranu Kumbolo dan memutuskan untuk bermalam di tenda yang kami bangun di dekat pondokan yang berada di tepi Danau Ranu Kumbolo. Setelah berganti baju dan bersantap malam, tim masuk ke sleeping bag masing-masing dan melaksanakan suatu ritual penting: tidur.

Santap malam

Hari III, Jumat 15 Juli 2005

Saya bangun kira-kira jam sembilan. Langsung ditawari susu oleh Nando, habis itu ngulet di sleeping bag lagi. Saya akui, kemanjaan saya benar-benar meningkat setelah setahun penuh tidak mendaki gunung. Setelah puas bermalas-malasan akhirnya saya keluar pondokan, ternyata matahari menyengat dengan tidak malu-malu, panas! Cukup panas untuk mengeringkan baju, celana, dan tas yang pada malem sebelumnya basah karena hujan.

Pada ekspedisi kali ini tim memang tidak terburu-buru karena kami ingin liburan dengan senang! Sambil menikmati sinar matahari, kami masak sarapan dan foto-foto di tepi Ranu Kumbolo. Kami menemukan nisan di dekat tenda kami, ternyata itu adalah nisan mengenang hilangnya seorang pendaki. Ini bukan satu-satunya nisan yang kami temui sepanjang perjalanan.

Setelah makan pagi, datanglah serombongan porter. Setelah diinterogasi, ternyata porter itu disewa oleh segerombolan turis Prancis yang juga ingin mendaki Semeru. Setelah jemuran kering dan perut kenyang, kami memasukkan kembali barang-barang kami ke dalam tas carrier untuk melanjutkan perjalanan. Target hari ini sebetulnya bermalam di Arcopodo, namun karena kami berangkat dari Ranu Kumbolo terlalu siang, maka kami memutuskan untuk bermalam di Kali Mati.

Pada perjalanan menuju Kali Mati masing-masing personil tim berjalan sesuai dengan kecepatannya masing-masing hingga tercipta jarak di antara satu sama lain. Jalur tidak bercabang, teriakan tetap terdengar. Sehingga kami tetap merasa aman. Saya sendiri termasuk kelompok yang berjalan di belakang. Memandang ke depan tidak lagi terlihat teman yang di depan, begitu juga ketika menengok ke belakang. Sendiri. Lebih buruk lagi: senter meredup. Sebenarnya saya membawa baterai cadangan, namun karena terang bulan cukup benderang saya tidak merasa membutuhkan mengganti baterai senter.

Sepanjang perjalanan yang ditemukan adalah semak belukar di sisi kiri dan kanan jalan setapak. Kadang ditemukan juga nisan-nisan dari orang yang dinyatakan hilang atau meninggal di Semeru. Dengan senter yang redup dan hanya mengandalkan terang bulan, tentu suasana jadi sedikit menyeramkan. Bunyi gesekan badan dengan semak kadang masih terdengar walau saya sedang berhenti. Sempat terpikir tentu seru sekali andai tiba-tiba saya dihampiri oleh salah seorang pendaki yang dinyatakan hilang. Sempat terimajinasi rupa pendaki yang hilang itu: kumal, gondrong, brewokan, seram, berbicara tidak jelas, dst. Sayangnya hal ini tidak terjadi hingga saya mencapai Kali Mati dan bergabung dengan personil tim lainnya.

Tenda-tenda sudah didirikan dan makan malam dihabiskan. Tim kemudian sepakat untuk bangun pada pukul 12 tengah malam guna bersiap-siap melaksanakan summit attack.

Hari IV, Sabtu 16 Juli 2005

Akhirnya setelah bangun dan bersiap-siap, tim berangkat menuju puncak pada pukul setengah dua dini hari. Tim bule prancis sudah berangkat lebih dulu dari kami. Perjalanan menuju puncak memang tidak mudah, jalan setapak yang menanjak dan berkelok-kelok membuat kaki saya terasa lebih cepat pegal, pasir yang menutupi seluruh puncak Semeru kadang tertiup angin dan masuk ke dalam mulut, membuat saya batuk-batuk, di atas mulut, pasir itu menyerang mata dan membuat kelilipan, singkat kata: REPOT! Benar sekali yang orang-orang katakan tentang pasir Semeru. Dua langkah kita mendaki, satu langkah kita turun lagi karena pasir yang longsor-longsor kecil. Tapi akhirnya setelah berjalan dan terus berjalan, Puncak Mahameru dapat dicapai.

Puncak dengan kawahnya yang terkenal sering mengeluarkan gas beracun itu memang sangat mengagumkan. Setiap kali bumi bergemuruh, kawah mengeluarkan gas beracunnya disertai lontaran batu-batu cadas. Cukup jauh dari posisi pendaki hingga dapat dikatakan cukup aman, namun cukup dekat untuk dapat melihat dengan jelas.

Dalam perjalanan menuju puncak, saya sering melihat layar telefon genggam. Kadang sinyal muncul, kadang hilang. Hingga akhirnya saya mendapatkan sinyal yang cukup untuk menelfon rumah. Telefon saya diterima oleh Ayah, saya mengabari bahwa sebentar lagi saya akan mencapai Puncak Semeru. Ayah terdengar senang sekali. Saya menanyakan kabar ibu, sayangnya ibu sedang shalat subuh jadi saya titip salam saja. Perjalanan dilanjutkan.

Puncak

Ketika sampai di puncak, saya membuka sepatu dan mengeluarkan pasir yang masuk ke sepatu saya sejak tadi. Setelah itu saya memutuskan untuk berjalan-jalan di puncak, dibandingkan Puncak Rinjani, Puncak Mahameru ini sangat luas. Di puncak ini banyak ditemukan batu nisan untuk mengenang para pendaki yang wafat atau hilang di gunung ini, nisan-nisan itu tidak hanya ditemukan di puncak tapi juga bisa ditemukan di Arcopodo dan Ranu Kumbolo serta beberapa tempat lainnya. Di antara nisan tersebut terdapat juga nisan untuk mengenang tokoh Soe Hok Gie dan Idhan Lubis. Tokoh Soe Hok Gie banyak dibicarakan orang pada saat kami mendaki gunung ini, karena pada 14 Juli 2005 sebuah film tentang dirinya yang berjudul GIE resmi diputar di bioskop-bioskop terdekat di kota anda. Meninggalnya tokoh ini disebabkan oleh gas beracun yang keluar dari kawah Gunung Semeru ini.

Nisan Soe Hok Gie dan Idhan Lubis

Setelah puas berada di puncak, kami memutuskan untuk kembali ke tenda dan berisitirahat sejenak sebelum berjalan kembali ke Ranu Kumbolo. Namun letihnya tubuh setelah menuju puncak membuat kami beristirahat lebih lama dan baru mencapai Ranu Kumbolo pada pukul 7 malam. Setelah mendirikan tenda dan bersantap malam seperti malam-malam sebelumnya kami beranjak tidur. Hari-hari di Gunung Semeru kami lewati dengan senang penuh tawa dan canda pokoknya hua ha ha ha….

Hari V, Minggu 17 Juli 2005

Kami bangun lalu langsung agak kesal, pasalnya telah terjadi hujan kabut ketika kami tidur dan masih berlangsung ketika kami mulai terjaga. Pasir dari sekitar tepian danau Ranu Kumbolo sepertinya telah tertiup oleh angin dan menyelimuti tenda kami. But the show must go on, kami tetap harus keluar tenda. Walau dalam keadaan kedinginan, kami tetap harus melaksanakan tugas masing-masing seperti mencuci peralatan makan, memasak sarapan, dll. Akhirnya perlahan kabut menghilang dan sinar matahari menguat.

Seiring dengan itu terlihat dari kejauhan seorang bule Jerman yang telah kami kenal sebelumnya, sedang turun menuju Ranu Kumbolo. Ketika sampai, ia mengisi persediaan botol minumnya dan sedikit bercakap-cakap dengan kami, walau tidak tahu namanya, kami memanggilnya Mr. John. Mr. John ini menarik untuk diceritakan karena jarang kami temukan seorang turis bule yang mendaki sendirian tanpa menggunakan jasa guide atau porter. Mr. John ini merupakan contoh yang langka, dari percakapan kami akhirnya kami mengetahui bahwa ternyata ia seorang ahli geologi yang baru lulus master dari universitasnya di Jerman sana.

Setelah Mr. John pamit, kami mulai mengepack barang-barang kami ke dalam carrier, kami berencana pulang hari itu juga.

Setelah berjalan ± 2-3 jam akhirnya kami sampai kembali di pos pertama Ranu Pani. Setelah melahap nasi goreng di warung, kamipun kembali naik jip ke Tumpang, setelah itu dilanjutkan ke Arjosari untuk mencari bis yang arah pulang ke Jakarta. Ketika itu hari sudah malam sekitar pukul sembilan, bis yang langsung ke Jakarta tidak ada. Akhirnya kami berganti-ganti bis hingga keesokan harinya..

Hari VI, Senin 18 Juli 2005

Akhirnya  sampai di Jakarta sekitar pukul 8 malam. Trus lanjut naik taksi ke rumah trus mandi, pake baju, makan bersama keluarga sambil melihat-lihat foto selama perjalanan. Ibu tetap tidak tersenyum. Maaf Bu. Pasti ibu tetap mendoakan walaupun izin tak sampai. Terima kasih Bu.

Pengalaman Berkali-kali Mengalami Penilangan

Sebelumnya, tulisan ini bukan diniatkan untuk berbagi tips bagaimana caranya menghindari penilangan. Tujuan tulisan ini adalah untuk mencari kebenaran prosedur penilangan yang masih blur di kepala saya.

Akhir-akhir ini saya mengendarai mobil untuk keperluan pelaksanaan tugas akhir. Saya bukan orang yang suka melanggar peraturan, karena saya percaya bahwa peraturan itu dibuat pasti ada tujuannya. Jadi ketika berkendara saya menghindari melanggar lampu merah, belok di jalur yang tidak boleh belok, dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Namun saya akui satu hal: kadangkala saya mudah bertindak ceroboh.

Sejak pertama kali mengendarai mobil saya sudah beberapa kali menghadapi penilangan. Penilangan pertama yang saya hadapi adalah di Jakarta, tepatnya di perempatan Jl. Pemuda-Jl. Pramuka-Bypass. Waktu itu saya mengambil jalur kanan namun saya tidak bermaksud belok kanan. Saya lurus dari jalur kanan. Akhirnya ada seorang polisi menghampiri saya yang masih sangat hijau soal peraturan lalu-lintas saat itu. Akhirnya selembar Rp50.000,- dari dompet saya berpindah tangan ke polisi tersebut.

Penilangan kedua terjadi di Jakarta ketika saya tidak sengaja memasuki wilayah jalur three in one. Saya kuliah di Bandung dan jarang berada di Jakarta, saya kurang mengenali seluruh seluk-beluk jalan di Jakarta. Saat itu saya sudah mengetahui soal slip biru. Ya sudah, karena saya tahu dan saya akui saya salah, maka saya meminta slip biru. Namun waktu itu polisi di lapangan berkata bahwa slip biru sudah tidak berlaku di Jakarta. Karena saya jarang di Jakarta jadi saya terima saja info tersebut. Akhirnya saya menerima slip merah pada saat itu. Info soal tidak berlakunya slip merah kemudian saya klarifikasi di Kantor Polantas yang terletak di Jl. M.T. Haryono, saya bertanya pada petugas yang berjaga di pintu dan dia memberikan jawaban yang senada dengan petugas di lapangan. Akhirnya saya menjalani persidangan, dan melayanglah uang saya Rp30.000,- sesuai keputusan hakim di pengadilan.

Namun pengalaman saya berikutnya benar-benar berbeda. Saya tidak lagi ditilang oleh polisi setelah saya semakin tahu dan yakin soal slip biru tersebut. Slip biru masih berlaku. Jadi saya sudah siap: jika saya ditilang saya akan minta slip biru setelah saya yakin saya salah (tetap harus mengecek kesalahan terlebih dahulu, jangan sampai kesalahan yang dibuat-buat oleh polisi nakal juga diakui).

Saat itu saya keluar dari Jl. Gegerkalong Girang ke Jl. Setiabudi (Bandung), saya langsung belok kanan ketika sampai di ujung Jl. Gegerkalong Girang. Saya tidak tahu bahwa tidak boleh belok kanan di sana. Akhirnya polisi memberhentikan mobil saya. Saya memperlihatkan sim dan stnk saya lalu meminta polisi tersebut menunjukkan rambu dilarang belok. Karena ternyata memang ada, maka saya mengakui kesalahan saya. Saya meminta slip biru. Polisi tersebut terlihat kaget namun cepat menguasai diri. Ia bilang slip biru merepotkan sehingga tidak diberlakukan oleh pimpinannya. Saya tidak dapat menerima jawaban tersebut, jadi saya tetap meminta slip biru. Karena polisi tersebut bertahan dengan pendapatnya soal perintah pimpinan maka saya meminta untuk berdiskusi langsung dengan pimpinannya (saya tidak terburu-buru pada saat itu, masih ada waktu untuk diskusi). Namun bukannya dipertemukan dengan pimpinan, saya malah dihadapkan dengan sesama polisi lain di lapangan. Beberapa orang polisi berdiskusi langsung dengan saya. Saya berkata “Pak, saya ngerti soal peraturan ini. Keluarga saya juga keluarga yang mengerti kepolisian!!”. Setelah saya berkata demikian polisi tiba-tiba nyengir dan mengembalikan sim dan stnk saya seraya berkata “Wah, kalau keluarga anggota ya sudah. Lain kali hati-hati saja ya Mas…”. Sepertinya saya dikira anggota keluarga kepolisian. Namun kemudian saya sempat tetap meminta slip biru karena saya akui saya salah. Namun sekarang polisi tersebut sepertinya bertahan tidak ingin menilang saya sama sekali. Ya sudah, saya pergi saja. Para polisi itu pun melambaikan tangannya pada saya ketika saya pergi…

Kejadian berikutnya terjadi dua kali lagi di Jakarta dengan jalan cerita yang mirip dengan kasus terakhir saya. Namun ada sedikit perbedaannya. Pada kasus pertama di Jakarta ketika saya langsung meminta slip biru, polisi malah marah dan menuduh saya menantang dia. Setelah saya berkata kembali bahwa saya dari keluarga yang mengerti kepolisian dia berkata tidak akan menilang saya namun dia tetap marah dan menyuruh saya untuk lain kali tidak langsung meminta slip biru. Dia berkata bahwa slip biru itu dendanya lebih mahal jadi sebaiknya minta slip merah saja. Saya malas bicara dengan polisi yang sedang marah-marah ini, jadi saya langsung pergi saja.

Kejadian terakhir baru terjadi kemarin malam. Saya ternyata melewati jalur bus Transjakarta (yang kurang tersosialisasi sebagai jalur bus, terbukti dari banyaknya pelanggar lain selain saya) yang sebenarnya koridornya belum aktif. Namun saya tetap mengakui kesalahan saya dan meminta maaf kemudian tetap langsung meminta slip biru. Sepertinya memang di Jakarta polisi lalu-lintas sepakat untuk merekomendasikan slip merah daripada slip biru (setelah gagal berdamai dengan suap). Mereka juga sudah siap dengan selebaran daftar nominal tilang yang berjudul ‘Tabel Pelanggaran dan Uang Titipan untuk Wilayah Pengadilan Tinggi Jakarta – Lampiran S.K. Wakil Ketua P. T DKI No. 697 Pen. Pid/2005/P.T. DKI Tanggal 01 Oktober 2005’ (yang kemudian berhasil saya minta fotonya).

Tabel Pelanggaran dan Dana Titipan untuk Wilayah Pengadilan Tinggi Jakarta

Berbekal daftar itu polisi lalu merayu saya untuk damai di jalan saja karena menurutnya nominal yang ada di slip biru itu sangat mahal. Saya kemudian kembali mengeluarkan kalimat pamungkas saya “Keluarga saya juga mengerti soal kepolisian Pak.”, namun kali ini ternyata polisi tersebut tetap tenang dan berkata bahwa itu tidak berpengaruh. Saya sempat berpikir bahwa kali ini akhirnya saya harus terima prosedur. Tidak ada penyesalan, karena jika memang ini benar maka saya akan jalani ini. Maka kemudian saya meminta penjelasan lebih lanjut mengenai selebaran tersebut dan slip biru. Polisi tersebut berkata bahwa saya akan diminta untuk membaca selebaran tersebut dan jika saya tetap bersikeras meminta slip biru maka saya akan menuliskan ‘atas permintaan terdakwa’ di slip tersebut sehingga tidak dapat digugat di kemudian hari. Setelah saya ikhlas, keadaan ternyata kembali berbalik. Polisi tersebut berkata “Tapi karena saudara sudah minta maaf tadi dan walau dari keluarga manapun saudara jika sudah meminta maaf ya saya wajib memaafkan…” dan ia tidak jadi menilang saya karena ia sudah memaafkan saya. Saya bingung juga jadinya. Namun karena suasana diskusi sudah cair saya tetap meminta info lebih lanjut soal tabel tersebut. Saya mengatakan bahwa info soal tabel ini akan saya sebarkan pada teman-teman saya yang belum tahu. Polisi itu senang dan kemudian mengizinkan saya untuk mengambil foto selebaran tersebut. Kemudian seraya berkata “Tolong bantu sebarkan ke teman-temannya ya Mas, hati-hati di jalan…” polisi tersebut melepas kepergian saya…

Lima kasus telah saya jalani. Namun masih ada tanda tanya di kepala saya. Soal slip biru itu diberikan jika saya sudah mengakui kesalahan itu saya mengerti. Saya anggap itu penyelesaian yang baik karena menghindari adanya penyelewengan dana oleh petugas di lapangan karena dengan slip biru berarti pembayaran denda tilang dilaksanakan di BRI. Slip merah itu berarti saya tidak mengakui kesalahan dan bersedia di sidang itu juga saya sudah mengerti dan tentu saya hindari. Hal yang lebih saya hindari adalah jalur damai dengan menyuap polisi di lapangan karena membudayakan korupsi dan juga menghindari denda yang jauh lebih tinggi lagi jika saya didakwa atas usaha penyuapan petugas. Yang saya tidak mengerti, mengapa polisi-polisi di Jakarta ini lebih merekomendasikan slip merah daripada biru? Apakah selebaran tabel tilang tersebut benar ada dan berlaku? Karena dari berbagai sumber saya dapat info bahwa penilangan dengan slip biru nominalnya tidak terlalu tinggi yaitu berkisar antara Rp20.000-Rp50.000 sementara di tabel tersebut minimal Rp250.000 dan maksimal Rp1.000.000,-. Mana yang benar?

Jika ada pihak berwenang yang membaca tulisan saya ini, saya mohon berikan sosialisasi yang jelas. Janganlah kami para warga negara ini dibuat bingung dengan implementasi peraturan yang ada.

– Himpunan, Bandung –

referensi: http://nasional.kompas.com/read/2008/12/13/19241988/function.session-start

Envirophilia Amazing Year

Envirophilia

Envirophilia

Tahun 2009 sudah lama lewat, Envirophilia Amazing Year. Benar amazing?

For me, it is. Kita sebagai satu angkatan hampir ngejalanin semuanya di 2009: Kulap, BP HMTL pimpinan 2005 selesai, wisuda pertama, pernikahan pertama, wafat pertama, dll…

Hampir semua sudah kita jalani. Bisa jadi titik jenuh karena merasa cukup, tapi saya lebih suka menganggap semua itu momen yang bisa bikin kangen dengan kalian semua. Sekarang masing-masing sudah jadi pribadi yang lebih matang, go public. Walaupun ada yang masih berkutat dengan TA (termasuk saya pribadi juga pastinya) tapi saya yakin sekarang kita masing-masing sedang menjalani perjalanan hidup kita sesuai rencananya masing-masing atau minimal sedang merencanakan perjalanan hidupnya.

Sebagai teman saya cuma titip pesan… Ingat terus apa saja yang sudah kita jalani selama di kampus. Lebih jauh lagi, mundur ke belakang… Ingat saat SMA, SMP, SD, TK, belajar jalan, merangkak, lahir… Kita tidak pernah hidup sendiri. Kita hari ini ada karena orang lain ada untuk kita kemarin. Jadi kita ke depan jangan sampai sibuk untuk diri sendiri saja. Jangan lupakan orangtua, jangan lupakan saudara, jangan lupakan temen-temen, jangan lupakan guru-guru dan dosen-dosen, jangan lupakan kampus dan sekolah-sekolah kita dulu, terakhir: jangan lupakan kampung halaman kalian dan Indonesia (terutama bagi yang berencana ke luar daerah asalnya atau ke luar negeri) …

Masing-masing kita penting bukan karena sekedar dibuat penting. Bagi saya pribadi setelah menjalani lebih dari empat tahun bersama, dari setiap orang kita bisa belajar hal yang beda-beda. Masing-masing unik, semuanya hebat. Makin terasa setelah Almarhumah Nisfia meninggal dunia. Kita luar biasa kehilangan, tapi kita belajar: Almh. Nisfia semangat terus sampe detik terakhir nyawanya di badan. Status facebooknya yang terakhir: ikhlas. Bikin kita malu sendiri kalo sekarang kita gampang nyerah. Bayangkan detik ini juga salah satu di antara kita meninggal dunia? Jangan sampai silaturahmi ini putus tersia-siakan kawan…

Jadi ketua angkatan ga ada laporan pertanggungjawabannya…

Tapi maafkan saya atas semua kekurangan.

Akhir-akhir ini pun saya sangat kurang mengetahui keadaan teman-teman semua,  banyak berita bahagia ataupun berita duka yang terlambat saya ketahui. Sibuk sendiri, mungkin memang itu alasan jujurnya. Suatu hal yang saya ingatkan tadi semoga tidak terjadi pada kita. Maafkan saya Kawan.

Terima kasih untuk semua yang sudah kalian persembahkan dalam kehidupan saya sejak Agustus 2005 dulu waktu pertama bertemu hingga hari ini, dan semoga semua itu tidak pernah ada akhirnya. Never ending story of Envirophilia…

Jangan lupakan semuanya Kawan.

Berkumpul di reuni, atau terkumpul di akhir zaman.

-Himpunan, Bandung-

p.s. : Tulisan ini modifikasi dari tulisan lama di milis. Foto diambil dari album Alvin, makasih Vin.

Manfaat Ilmuku

Kemarin aku berkeliling Kecamatan Sukasari untuk keperluan Tugas Akhir-ku. Salah satu tujuanku berkeliling adalah mendata keadaan Tempat Penampungan Sementara (TPS) di sana. Satu di antara beberapa TPS yang kudatangi itu adalah TPS Sarimadu yang terletak di dekat Jl. Sarimadu Barat.
TPS ini cukup besar, selain menerima sampah dari enam gerobak ia juga menerima sampah dari dua truk pengangkut besar dan juga satu pick-up sampah dari Pesantren Daarut Tauhid asuhan A’a Gym. Mungkin pembaca sudah dapat mengira-ngira berapa banyaknya sampah yang masuk ke TPS Sarimadu ini. Karena banyaknya sampah di TPS tersebut, kontainer sampah yang diangkut oleh Truk Arm Roll tidak cukup disediakan satu unit. Perlu minimal dua unit kontainer dalam satu harinya, kadang tiga dan mungkin masih bisa lebih.
Dengan sampah yang sebanyak itu tentu dampaknya terhadap sekitar juga banyak. Salah satu yang menjadi perhatianku adalah genangan lindi (air sampah) yang bertebaran di mana-mana karena kondisi lantai TPS yang tidak rata dan banyak bercekungan. Lazimnya dalam TPS yang besar seperti TPS Sarimadu ini memiliki saluran lindi yang baik, minimal adanya kemiringan lantai yang mengarahkan lindi mengalir ke satu lubang floor drain. Namun kenyataannya genangan lindi sangat banyak ditemukan di sana.
Satu peristiwa yang mengagetkanku ketika aku sedang mewawancarai salah seorang petugas TPS adalah ibu-ibu yang lewat di depanku menginjakkan kakinya di genangan lindi dengan santainya. Aku pikir ia tidak sengaja menginjakkan kakinya di sana. Namun kemudian kakinya yang terendam sedalam mata kaki di lindi itu malah ia cuci dengan lindi di genangan yang sama. Apakah ia memang berniat mencuci kakinya di sana? Bukankah ini masih di area kota? Aku tahu betul di sini tersedia fasilitas air bersih. Jika benar ibu itu sengaja mencuci kaki di sana, apa sebabnya?
Suatu peristiwa yang mau-tidak-mau membuka mata hatiku. Aku punya pengetahuan tentang buruknya kandungan lindi itu, karena itu aku tak akan mau mencuci bagian tubuhku di sana. Tapi apa ibu itu tahu soal itu?
Pada akhirnya sampai aku duduk di depan layarku ini dan menuliskan artikel ini, aku masih merasa gelisah. Mengapa tidak aku beritahu sedikit pengetahuanku pada ibu itu tadi? Apa gunanya pengetahuanku ini kusimpan sendiri?
Lebih jauh lagi aku berpikir, aku telah dibekali dengan ilmu-ilmu yang bisa aku pakai untuk merekayasa lingkungan, kapan aku pakai itu? Jika kemudian aku berkarya, bermanfaat bagi siapa karyaku itu?
Ilmuku ini adalah pilihan jalan hidupku, amanahku. Aku tahu hari kemarin aku belum menunaikan amanah itu, aku berjanji akan memperbaiki itu. Akupun tahu, aku bukan yang terpandai ataupun yang paling pekerja keras di kalanganku. Tapi satu hal yang selalu ingin aku jaga dalam batinku dan selalu aku perjuangkan: manfaat ilmuku.

Education is the most powerful weapon which you can use to change the world. – Nelson Mandela

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata. – W.S. Rendra

Tugas Pra-MPAB HMTL ITB Angkatan 1990

Siang ini saya kembali mengunjungi perpustakaan Teknik Lingkungan di Perpustakaan Pusat sana untuk mencari tambahan bahan laporan. Karena adanya permintaan dari seorang teman yang membutuhkan buku user guide Epanet 2.0, maka saya menjelajahi beberapa area rak yang lain dari yang biasa dikunjungi. Ternyata banyak juga buku-buku yang menarik seperti misalnya karya-karya dosen sebelum mereka menjadi dosen atau bahkan sebelum menjadi professor. Namun ada sebuah buku hijau tebal yang menarik perhatian saya…

Buku Keramat
Buku Keramat

Buku ini ada di rak buku campuran. Penampilannya yang antik dan tulisan ‘Disusun oleh: Angkatan 1990’ semakin membuat penasaran. Ternyata buku itu adalah tugas kaderisasi!! Tepatnya waktu itu dinamakan tugas Pra-Masa Pembinaan/Penerimaan Anggota Baru (PRA-MPAB) sebagaimana yang tertulis di halaman prakata…

Prakata
Prakata

Buku ini berisi brosur-brosur alat plambing berupa katalog yang dijilid di dalam buku tersebut. Tentunya itu brosur peralatan periode awal 90-an atau akhir 80-an. Sungguh sudah merupakan barang antik di masa ini setelah 20 tahun berselang. Walaupun demikian, hasil kerja angkatan 1990 ini patut diapresiasi karena ternyata brosur yang dijilid di dalam buku tersebut jumlahnya cukup banyak (hampir setengah tebal buku) dan tidak sedikit yang berasal dari luar Indonesia.

Selain itu angkatan 1990 ini juga membuat ulasan sendiri yang diketik mengenai penyediaan air bersih dan pengolahan air buangan. Buku ini diharapkan dapat membantu peserta perkuliahan Teknik Lingkungan dalam melaksanakan studinya seperti yang tertulis di bagian akhir kata pengantar.

Bagian Akhir Kata Pengantar
Bagian Akhir Kata Pengantar

Sekarang buku yang telah disumbangkan ke Perpustakaan Teknik Lingkungan itu teronggok di rak perpustakaan sana. Sepertinya sudah lama tidak ada yang membacanya. Atau mungkin memang tidak ada yang tahu mengenai keberadaan buku unik ini?

Menarik juga menilik lagi kaderisasi para dosen dulu. Ada yang baik yang bisa diambil, dan ada juga yang buruk yang perlu diadaptasi dengan modifikasi. Semoga kaderisasi di HMTL ITB semakin berkembang.

p.s. :

– Salah satu dosen dari angkatan 1990 adalah Pak Benno Rahardyan.

– Kalau ingin melihat suasana kaderisasi HMTL ITB tahun 1991 bisa buka album foto http://www.facebook.com/#!/album.php?aid=2007442&id=1036423823 . Album itu milik Pak Iendra Sofyan.

Saya Seorang Idealis

Bukan! Bukan saya yang bilang! Beberapa hari yang lalu untuk kesekian kalinya saya mengikuti tes kepribadian. Tes kemarin baru saja saya riset di google, ternyata dikenal dengan The Jungian Personality Sorters. Metode ini dimaksudkan untuk secara umum mengklasifikasi kepribadian seseorang menjadi satu di antara 16 tipe kepribadian dengan berdasarkan rangkaian sifat: introverted (I) atau extroverted (E), Sensing (S) atau Intuitive (N), Thinking (T) atau Feeling (F), dan Judging (J) atau Perceiving (P).

Hasil saya? INFP (Introverted, iNtuitive, Feeling, Perceiving), which mean I’m an Idealist. Baiklah, riset dilanjutkan. Apa maksudnya idealis di sini?

Seorang INFP adalah seorang pemimpi, imajinatif, idealis (harfiah), mampu menemukan kebaikan dalam apapun atau siapapun bahkan dalam suatu hal yang buruk. Seorang INFP dapat berdampak buruk jika ia menganut paham yang buruk, dan dapat berdampak baik jika ia menganut paham yang baik.

Seorang INFP akan cenderung memandang dunia dari sudut pandang internalnya dimana ia akan memperlakukan sesuatu berdasarkan perasaannya terhadap obyek tersebut atau bagaimana obyek tersebut sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Kecenderungan berikutnya adalah ia mengandalkan intuisi.

Seorang INFP memiliki kelebihan dari kategori pribadi intuitif lainnya karena mereka ingin menjadikan dunia lebih baik. Tujuan utama mereka adalah menemukan untuk apa mereka tercipta, bagimana mereka bisa melayani kemanusiaan dengan cara terbaik. Mereka idealis dan perfeksionis, maka mereka akan mengerahkan segenap kemampuan mereka untuk mencapai target yang telah mereka tentukan untuk diri mereka sendiri.

Seorang INFP adalah seorang yang sangat intuitif, mereka sangat bergantung pada perasaan dalam mengarahkan diri mereka untuk terus menemukan nilai-nilai dalam hidup. Mereka terus berada dalam misi tak berakhir dalam pencarian kebenaran sejati dan maksud yang tersembunyi. Setiap penghadang dan pengetahuan yang dialami INFP diayak dalam kepala mereka untuk diolah menjadi arahan baru bagi hidup mereka yang lebih baik. Hasil yang mereka kejar selalu sama: membantu orang lain dan menjadikan dunia tempat yang lebih baik.

Secara umum mereka adalah orang yang suka berpikir dan membuat pertimbangan, mereka adalah pendengar yang baik dan ingin memudahkan orang lain. Walaupun terlihat sangat menutupi ekspresi emosinya, mereka memiliki kepedulian yang dalam dan tertarik untuk memahami orang lain. Kelebihan ini dapat dirasakan oleh orang lain yang kemudian menjadikan orang INFP teman baik dan orang kepercayaan. Seorang INFP dapat menjadi sangat hangat untuk orang-orang yang dikenalinya dengan baik.

Seorang INFP tidak menyukai konflik dan sangat berusaha menghindari konflik. Jika mereka terpaksa menghadapinya, mereka akan berusaha menyelesaikannya dengan perasaan mereka. Dalam situasi konflik, seorang INFP tidak terlalu memandang siapa yang benar dan siapa yang salah melainkan fokus pada perasaan kedua belah pihak yang berkonflik. Mereka hanya tidak ingin ada perasaan bersalah. Hal inilah penyebab mereka tampil tidak rasional dan tidak logis dalam berkonflik. Di sisi lain, seorang INFP adalah mediator yang sangat baik. Mereka biasanya mampu mendamaikan dua pihak yang bertikai karena mereka mampu melihat dari sudut pandang kedua belah pihak dan memiliki keinginan dari dalam pribadinya untuk menolong.

Seorang INFP adalah tipe fleksibel dan berpangku tangan hingga nilai yang mereka anut terancam. Ketika nilai yang dianut sedang terancam, seorang INFP dapat menjadi agresif, siap bertarung mati-matian untuk melindungi nilainya. Ketika seorang INFP mengambil suatu pekerjaan yang mereka sukai, itu akan menjadi sebuah nilai bagi mereka. Walaupun mereka bukan orang yang memperhatikan detail, mereka akan mengerjakan setiap detail dengan seksama ketika mereka mengerjakan pekerjaan yang mereka suka.

Ketika berurusan dengan detail-detail keberlangsungan hidup, seorang INFP kurang memberikan perhatian yang cukup. Mereka mungkin tidak akan melihat sobekan di karpet yang setiap hari mereka lewati, namun akan membersihkan secuil debu yang menempel di buku aktivitas mereka.

Seorang INFP tidak suka berhubungan dengan banyak data dan fakta. Mereka fokus pada perasaan dan kondisi manusia sehingga mereka kesulitan mengambil keputusan yang tidak berhubungan dengan manusia. Mereka tidak mempercayai validitas penilaian non-manusia yang mengakibatkan mereka tidak pandai menggunakannya. Beberapa INFP merasa tidak perlu memahami analisis impersonal, sementara beberapa INFP lainnya yang telah menempuh kehidupan baru cenderung  mengajak tim-nya untuk saling percaya. Dalam kemarahan, seorang INFP sering salah menggunakan data dan fakta karena sangat terpengaruh dengan perasaannya sendiri.

Seorang INFP memiliki standar perfeksionis yang tinggi. Biasanya mereka keras pada diri mereka sendiri dan jarang menghadiahi diri. Biasanya INFP tidak cocok bekerja sama dalam tim karena akan memiliki standar yang lebih tinggi dari yang lain.

Seorang INFP biasanya berpikif dengan mandiri. Dalam suatu kondisi sistem grup, seorang INFP akan bertindak memimpin. Seorang INFP harus menyesuaikan pekerjaan mereka dengan mencukupi kebutuhan hidupnya. Jika mereka masih belum menyelesaikan suata permasalahan, mereka tidak akan merasa tenang dan mungkin terlihat terlalu bingung dalam menghadapi orang.

Seorang INFP umumnya berbakat menulis. Mereka mungkin menjadi kikuk dan tidak nyaman ketika berekspresi dengan kata-katan lisan namun memiliki kemampuan luar biasa dalam mengartikan dan menyampaikan perasaannya di atas kertas. INFP biasanya muncul dalam kegiatan pelayanan sosial

Seorang INFP dengan kemampuan sisi-sisi yang baik tersebut mampu menyelesaikan suatu pekerjaan yang berat dan inspiratif yang kemudian mereka tidak akan menghadiahi diri jika telah selesai. Beberapa motivator di dunia adalah seorang INFP.

Bagaimana? Sesuai? Saya pribadi merasa sesuai dengan hasilnya. Saya adalah seorang INFP, seorang idealis…

(Nah, itu baru saya yang bilang)

– Himpunan, Bandung –

Sumber:

http://www.personalitypage.com/INFP.html

http://www.xeromag.com/fun/personality.html

Kesan Pertama pada Saya

Sejak lahir, kesan pertama orang yang baru mengenal saya selalu berbeda-beda. Setiap perkenalan selalu menghasilkan ekspresi baru dari muka lawan bicara. Ada yang bilang terlihat galak, ada juga yang bilang muka ramah. Ada yang bilang keliatan pemalasnya, ada yang malah bilang wibawanya keliatan. Kadang bikin saya bingung sendiri, sebenarnya kesan seperti apa sih yang orang dapatkan ketika berkenalan dengan saya?

Tapi pada akhirnya saya jadi tidak begitu peduli dengan pendapat orang. Saya adalah saya, dengan segala kelebihan dan kekurangan saya. Tidak perlu ada yang ditutupi, tapi sadar banyak yang masih perlu diperbaiki. Tidak perlu ragu jadi diri sendiri, karena percaya teman yang baik selalu mengkritisi agar besok lebih baik dari hari ini… 🙂

Just be you!

– Himpunan, Bandung –

Lagu Itu Berjudul ‘Hello’

Anda mendengar lagu ketika membuka halaman blog saya?

Ini salah satu fasilitas baru yang saya tambahkan. Maklum, niat blogging baru muncul kembali, antusiasme to the max. Widget playernya terletak di sisi kanan bawah dengan judul ‘Sound Cloud Music Player’, jadi jika Anda merasa lebih nyaman fokus membaca tanpa mendengar lagu tersebut maka silakan klik pause di playernya.

Lagu yang saya pilih untuk menjadi soundtrack blog saya ini berjudul ‘Hello’ dari Lunno, band indie lokal yang saya temukan di belantara Sound Cloud. Ketika mendengarkan lagu tersebut untuk pertama kalinya, saya melayangkan tweet “Listening to Lunno…”. Tidak lama kemudian ternyata empunya band membalas tweet tersebut. Akhirnya terjadilah dialog di dunia twitter yang berakibat saya mendapat izin untuk menggunakan ‘Hello’ sebagai soundtrack. Terima kasih Lunno, lagunya enak juga…

Anda semua tentu memiliki opini dan selera musik yang berbeda-beda, kalau tidak suka silakan matikan.  🙂 Kalau ada masukan untuk Lunno silakan layangkan ke http://lunnotheband.com/fr_home.cfm .

Selamat menikmati…

HELLO written by Agi

I saw a pretty and shine on
And has a smile on her face
I knew there’s something for it
And i can’t stop thinking it..

Till night and feel worried
It’s hard to make you stay
Oh no..i like you dear
You got a smile to believe

*chorus
And i know…
Let me know…
Hey..hey girl…
Please don’t go…

And I know..
Let me know..
oh..oh..just wanna say hello..

I saw a pretty and shine on
And has a smile on her face
I knew there’s something for it
And i can’t stop thinking it..

Till night and feel worried
It’s hard to make you stay
Oh no..i like you dear
You got a smile to believe

*chorus
And i know…
Let me know…
Hey..hey girl…
Please don’t go…

And I know..
Let me know..
oh..oh..just wanna say hello..

This night i feel so lonely now
This night i feel so lonely now
This night i feel so lonely now
This night i feel so lonely now
This night i feel so lonely now
This night i feel so lonely now
(Just wanna say hello…)

– Himpunan, Bandung –

Optimizing Technology is Full of Fun!!

Actually, this is just a test for my twitterfeed service. They said that my twitter acount (@zulf1kar) will tweet the update of my blog…

– Himpunan, Bandung –

Berkunjung ke Kumkum

Tinggi sekali antusiasme yang saya rasakan soal Kumkum ini. Melihat sisi lain Kota Jakarta yang selama ini lebih banyak terasa kakunya. Kini koloni-koloni kreatif Jakarta ingin menunjukkan dirinya. Sebagai seorang yang mencintai kebebasan tentu saya sangat ingin mengapresiasi acara ini. Maka berangkatlah saya siang Sabtu itu, 17 April 2010 dan kembali lagi esok harinya Minggu 18 April 2010.

Tiba di sana stand pertama yang saya kunjungi tentunya stand teman-teman dari Greeneration Indonesia yang siap dengan ujung tombaknya: BaGoes.  Tapi tidak berlama-lama saya di sana karena banyak yang ingin sekali saya lihat.  Saya ingin tahu komunitas buku Jakarta, komunitas peduli sampah, komunitas astronomi, komunitas komik, komunitas peta hijau dan banyak sekali komunitas lainnya.

Salah satu komunitas yang menarik adalah Peta Hijau Jakarta. Saya sudah beli peta hijaunya! 🙂 Peta hijau ini menarik, karena memetakan segala sesuatu yang menarik di Kota Jakarta, sesuai dengan tema peta hijaunya. Kemarin ada dua jenis peta hijau yang dijual, Peta Jelajah Jakarta Hijau (yang ini yang saya beli) dan peta situ Jakarta. Peta Jelajah Jakarta Hijau ini selain mencantumkan lokasi-lokasi yang menarik dikunjungi untuk wisata, ia juga menampilkan tempat-tempat yang membantu kita untuk bergaya hidup lebih ramah lingkungan seperti lokasi daur ulang setempat. Selain itu juga ditampilkan jalur Kereta Rel Listrik, Transjakarta, dan jalur sepeda. Peta satu lagi menampilkan situ-situ yang masih ada di Jakarta. Peta Hijau Jakarta ternyata belum berhenti di sana. Saya sempat berbincang-bincang dengan penjaga stand Peta Hijau Jakarta yang kemudian mengajak saya untuk ikut serta berkontribusi dalam pembuatan pengembangan peta hijau di Jakarta. Teman-teman yang juga tertarik silakan kunjungi Peta Hijau di http://greenmap.or.id/.

Peta Hijau Jakarta
Peta Jelajah Jakarta Dengan Transportasi Hijau

Selain banyaknya stand pameran, Kumkum juga menarik karena banyaknya aksi unjuk gigi komunitas-komunitas. Seperti misalnya komunitas Parkour Jakarta yang melaksanakan atraksi Parkournya diawali dengan hadir di tengah lapangan Museum dengan loncat dari lantai dua. Banyak juga komunitas yang menyuguhkan musik-musik dan tarian yang tidak begitu populer namun sangat khas dan nikmat didengar. Ada juga stand-stand makanan yang sangat memperhatikan lingkungan dengan tidak menggunakan styrofoam dan stand yang menghadirkan buah-buahan langka. Saya sempat mencoba lobi-lobi yang berpenampilan ‘manis’ berwarna merah, namun ternyata rasanya sangat asam. Lobi-lobi tersebut sukses membuat saya tidak berani mencoba buah menteng yang diletakkan tepat di sebelah lobi-lobi jahanam tersebut.

Suasana Taman
Suasana Taman Museum Bank Mandiri

Lobi-lobi Jahanam
Buah-buahan Langka

Oh iya, pengunjung Kumkum ini dianjurkan datang dengan membawa botol minum sendiri karena di Kumkum tidak disediakan gelas air mineral. Sebagai gantinya panitia Kumkum menyediakan galon-galon air mineral gratis di beberapa sudut area museum. Acara Kumkum ini merupakan Zero Waste Event dan dapat dikatakan cukup sukses karena acara yang dilaksanakan dua hari berturut-turut ini kabarnya hanya menghasilkan sepuluh kantong sampah. Panitia juga sepertinya cukup siap dengan berbagai karakter pengunjung, terlihat dari tersedianya ruang menyusui bagi para ibu muda.

Kumkum ini acara yang sangat menarik bagi saya sebagai warga Jakarta. Semoga acara seperti ini bisa terlaksana setiap tahun sebagai kegiatan rutin Kota Jakarta. Hidup Jakarta!!

– Himpunan, Bandung –

KRL Jakarta

Tanggal 17 dan 18 April kemarin di Museum Bank Mandiri di Jakarta dilaksanakan sebuah acara yang menurut gw sangat menarik dan jarang ada di Jakarta. Kumkum (more info cek: kumkum.dagdigdug.com).  Saya katakan menarik karena selama ini saya menganggap Jakarta itu terjebak dalam kehidupan metropolitan yang keras sehingga kurang punya ruang untuk warganya berkreativitas. Nah, di Kumkum inilah warga kreatif Jakarta berkumpul!! Tapi lebih lengkap mengenai Kumkum ditulis di artikel lain. Artikel ini khusus mengenai sarana transportasi yang waktu itu saya gunakan: Kereta Rel Listrik atau biasa disingkat KRL.

Dua hari itu saya berangkat ke Museum Bank Mandiri dengan menggunakan sarana KRL karena Museum Bank Mandiri terletak sangat dekat dengan Stasiun Jakarta Kota (Beos) dan rumah saya pun terletak dekat dengan Stasiun Duren Kalibata. Naik KRL bukan merupakan hal baru bagi saya. Saya sudah biasa menggunakan sarana KRL ini sejak SMA (sekitar tujuh tahun yang lalu). Namun kali ini ada hal yang berbeda. Perbedaan yang lebih baik. Stasiun lebih bersih dan kereta lebih terjadwal. Perjalanan dengan kereta jadi lebih bisa diandalkan dan lebih nyaman.

Pada tanggal 17 saya berangkat dan pulang dengan menggunakan KRL Ekonomi, begitu pula dengan keberangkatan tanggal 18. Kepulangan tanggal 18 saya menggunakan KRL AC Ekonomi. Jurusan KRL yang saya gunakan adalah Jakarta-Bogor. Keberangkatan dengan KRL dapat dikatakan cukup nyaman karena tidak terlalu ramai. Bahkan setelah beberapa stasiun selalu ada kursi kosong yang tersedia. Nah, pulang dengan menggunakan KRL Ekonomi sore/malam hampir dapat dipastikan kurang nyaman karena selalu penuh. Bahkan dapat dikatakan overload karena penumpang banyak yang duduk di atap gerbong. Walaupun Sabtu, KRL Ekonomi tetap penuh di sore hari. Dijamin: gerbong pasti lebih penuh ketika sore di hari kerja, akibatnya kereta jadi lambat.

Karena itulah, kepulangan saya pada tanggal 18 saya lebih memilih KRL AC Ekonomi. Walaupun ada kata ‘Ekonomi’ tapi harganya tidak ekonomis (in my opinion). Tiket ekonomi Rp1.000-Rp1.500 sedangkan AC Ekonomi Rp5.000!!! Sebenarnya awalnya pilihan saya tetap ekonomi pada saat itu, namun ternyata jadwal Ekonomi AC lebih dahulu datang, jadi pilihan saya berubah. Untungnya tiket Ekonomi yang sudah dibeli dapat ditukar dengan tiket AC Ekonomi. Kereta AC Ekonomi sepertinya sama dengan Kereta Ekspress Pakuan yang langsung ke Bogor, bedanya Kereta AC Ekonomi ini berhenti di setiap stasiun yang dilewatinya.

Suasana dalam kedua kelas KRL itu tentu berbeda. Jangan tanya soal panasnya, tentu Ekonomi lebih panas dari AC Ekonomi. Yang menarik adalah karakter penumpangnya. Sebenarnya mungkin sama saja, tapi di KRL AC Ekonomi rasanya orang-orang lebih manusiawi. Di KRL Ekonomi saya melihat bapak-bapak berebut kursi dengan ibu-ibu dan kompetisi tersebut dimenangkan oleh si Bapak-bapak yang langsung merayakan kemenangannya dengan berkata “Hahaha… Memang di kereta seperti ini kita harus bergerak cepat…”, sementara di KRL AC Ekonomi orang-orang lebih tergerak untuk berbagi tempat atau bahkan merelakan tempat duduknya untuk yang lebih membutuhkan (misal: wanita atau orang tua).

Selain dua jenis kereta tersebut, kondisi stasiun juga menjadi perhatian saya. Stasiun dekat rumah saya yaitu Stasiun Duren Kalibata terlihat lebih bersih dan rapi. Pedagang tidak terlalu banyak, sampah sangat sedikit walau masih ada, dan toilet lebih bersih. Selain itu antrian juga lebih tertib. Kesimpulannya, Stasiun Duren Kalibata cukup nyaman. Stasiun Jakarta Kota juga bersih. Petugas stasiun yang mengoperasikan TOA stasiun selain mengumumkan kedatangan atau keberangkatan kereta juga selalu mengingatkan calon penumpang untuk menjaga kebersihan stasiun. Di Stasiun Kota ini penumpang yang turun dan calon penumpang sangat banyak, mungkin ini yang menjadi penyebab antrian di stasiun ini kurang tertib. Tapi penumpang di stasiun ini lebih beragam. Dari yang bersendal jepit dan berkaos hingga berpantofel dan berdasi dengan perut makmur pun ada. Sarana lainnya juga semakin baik. Saya baru tahu bahwa ada terowongan bawah tanah yang menghubungkan langsung Stasiun Jakarta Kota, shelter Transjakarta, dan Museum Bank Mandiri.

Melihat perkembangan ini, tinggi harapan kualitas hidup di Jakarta sebagai Ibukota NKRI akan terus bertambah baik. Satu hal yang masih menjadi tanda tanya di kepala saya: Kapan sih koridor Transjakarta dekat rumah saya (Pancoran) beroperasi?

– Himpunan, Bandung –

Sori, blog ini hampir terlupakan karena twitter.

Saya menyalahkan micro-blog bernama twitter. Hehehe…

By the way. Twitter imo is not a social networking. So it’s okay if you follow or unfollow someone. Ga ngaruh sama pertemanan, ga perlu minta maaf kalo unfollow.

Saya juga unfollow orang-orang yang saya anggap memenuhi timeline saya dengan informasi yang ga berguna dan malah bikin males kok.

Twitter itu jalur ekspresi. Jadi biarkan tweeps berekspresi sesukanya…

– Himpunan, Bandung –

Tips Memilih Sepeda

Semakin lama, semakin banyak orang yang tertarik untuk membeli sepeda. Namun, banyak yang kemudian menjadi bingung saat harus memilih sepeda mana yang pantas dibeli. Pertimbangan harga itu jelas. Tapi jangan lantas terburu-buru membeli sepeda termurah yang ada di pasaran. Pilihlah sepeda yang sesuai dengan Anda, dari segi budget dan kebutuhan bersepeda Anda. Masalah budget saya serahkan pada Anda, di sini saya akan coba membantu dengan memberikan pengetahuan dasar pada Anda tentang kebutuhan bersepeda Anda. Tidak sulit, kuncinya gunakanlah logika Anda.

Kebutuhan bersepeda Anda akan sangat dipengaruhi oleh di mana Anda akan bersepeda dan berapa lama Anda ingin bersepeda. Kedua hal inilah yang akan menentukan sepeda dengan fitur apa yang Anda butuhkan. Lupakan dulu tampilan sepeda yang enak dilihat mata, karena jika tidak sesuai maka hanya akan membuat Anda menyesal telah membelinya.

Di mana Anda akan bersepeda? Di jalan beraspal yang mulus atau jalan berbatu yang kasar? Hal ini menentukan kebutuhan Anda dengan fitur suspensi pada sepeda. Jika jalan itu beraspal mulus maka Anda bisa menggunakan sepeda tanpa suspensi sama sekali dan tetap nyaman (misal: road bike), sebaliknya jika jalan itu berbatu dan kasar sebaiknya Anda gunakan sepeda dengan suspensi (misal: sepeda hard tail atau full-suspension). Memang, sepeda gunung juga bisa digunakan di jalan beraspal. Namun suspensinya yang empuk malah akan membuat Anda lebih cepat letih. Ada juga sepeda dengan suspensi yang bisa diatur keempukannya (adjustable suspension). Sepeda dengan fitur suspensi tersebut dapat digunakan di jalanan apapun namun tentunya lebih mahal dari yang lainnya.

Apakah jalur bersepeda Anda datar atau miring? Kemiringan/kecuraman jalur bersepeda menentukan kebutuhan Anda akan sepeda bertransmisi (gigi sepeda atau kadang digunakan istilah speed). Jalan menanjak akan lebih mudah dilalui dengan menggunakan gigi rendah yang ringan, sementara jalan menurun akan lebih aman dilalui dengan gigi tinggi yang lebih berat. Untuk jalan datar, gigi normal cukup.

Seberapa jauh Anda akan bersepeda menentukan kebutuhan Anda akan kenyamanan. Kenyamanan itu sendiri akan sangat ditentukan oleh postur tubuh Anda. Panjang tungkai kaki Anda akan menentukan kebutuhan tinggi sadel, tinggi badan Anda akan menentukan ukuran frame sepeda yang pas untuk Anda. Karena itu tidak sedikit pabrikan sepeda yang menjual sepeda dengan ukuran frame S, M, dan L.

Pilihlah sepeda yang sesuai untuk Anda. Karena jika tidak sesuai, bukan hanya rugi uang. Mengendarai sepeda yang tidak sesuai dapat membuat Anda cepat letih atau bahkan cedera. Tapi kalau sudah menemukan yang sesuai, Anda akan mencintainya. Ini serius. Tulisan ini bukan saya pelajari dari buku atau sumber lainnya tapi merupakan hasil pengalaman saya sendiri. Kini saya sudah menemukan sepeda yang cocok untuk saya. Bahkan saking seringnya saya bersepeda teman saya menjuluki sepeda saya sebagai “Kolor” saya, dan saya akan gatal ketika tidak sedang menggunakannya. 🙂

– Kosan, Bandung –

Penyesalan, Harus Dikemas dalam Tindakan Nyata

Penyakit hati, jangan dibiarkan semakin jadi. Akan hancur semuanya perlahan-lahan. Ketika satu tanda peringatan kekacauan hati telah terjadi, maka segeralah dibenahi. Jangan ditunda lagi. Pikiran positif mutlak wajib diterjemahkan dengan tindakan positif.

Akhirnya

Kusadari akhirnya
Kerapuhan imanku
Telah membawa jiwa dan ragaku
Ke dalam dunia yang tak tentu arah

Kusadari akhirnya
Kau tiada duanya
Tempat memohon beraneka pinta
Tempat berlindung dari segala mara bahaya

Oh Tuhan, mohon ampun
Atas dosa dan dosa selama ini
Aku tak menjalankan perintah-Mu
Tak perdulikan nama-Mu
Tenggelam melupakan diri-Mu

Oh Tuhan mohon ampun
Atas dosa dan dosa
Sempatkanlah aku bertobat
Hidup di jalan-Mu
Tuk penuhi kewajibanku
Sebelum tutup usia
Kembali pada-Mu

-GIGI-

VALIDATION

Such a great short-movie!!! Smile everyone!!

Vodpod videos no longer available.

more about “VALIDATION“, posted with vodpod

Transportasi Nomor Satu Saya: SEPEDA!!

Wah, cinta banget saya sama sepeda. Murah, mudah, sehat, cepat.

Murah dari segi operation dan maintenance. Kalau rusak dan perlu beli part baru harganya sangat terjangkau. Terutama kalau targetnya sekedar bisa jalan dengan baik, sedikit lain cerita kalau sudah mempertimbangkan style dan kenyamanan lebih (misal dari segi keringanan part, dll). Murah juga dalam pemakaian. Selama bersepeda, tidak perlu keluar biaya bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan tentu adalah makanan dan minuman yang masuk ke badan. Sejauh ini, porsi makan-minum secukupnya terbukti sangat memadai untuk bersepeda, tidak ada yang berlebihan. Untuk parkir, sejak awal menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi utama (sekitar tiga tahun yang lalu), rasanya belum pernah saya bayar parkir. Ini berlaku untuk semua jenis tempat parkir, baik di mal, kantor, kampus, pasar, rumah makan, dll. Bahkan ketika berkunjung ke hotel ataupun tempat bilyar, sepeda yang dilipat bisa dititipkan saja di concierge atau resepsionis. Mungkin sepeda -sepeda sekarang terhitung mahal memang, tapi kalau serius dijadikan sarana transportasi silakan dibandingkan dengan sarana transportasi pribadi lainnya seperti mobil atau motor termasuk biaya perawatannya. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Saya sendiri kalau butuh bepergian dengan orang lain tentu menggunakan mobil karena sepeda tidak baik dipakai berdua.

Mudah dalam pemakaian dan juga perawatan tentunya. Mesinnya tidak perlu dipanaskan setiap hari, toh tidak ada mesinnya juga. Hampir semua sistem di dalam sepeda bekerja secara mekanis dan sederhana serta mudah dimengerti. Karena mudah dimengerti, maka mudah juga diperbaiki. Tidak ada yang sulit. Kalaupun Anda tidak bisa memperbaiki sendiri, bawa saja ke bengkelnya. Di kota besar bengkel sepeda tidak sulit dicari.

Sehat, jelas! Bersepeda membuat tekanan darah saya terjaga kondisi normalnya, menurunkan berat badan (walau sebenarnya saya justru perlu menaikkan), menjaga kadar gula darah stabil, mengencangkan otot-otot, meningkatkan fungsi kerja jantung dan paru-paru. Tapi dari pengalaman saya bersepeda di dua kota, Bandung dan Jakarta, bersepeda di daerah yang lebih berpolusi memang dapat membuat masalah dalam pernafasan. Untuk itu gunakan masker. Kadang polusi udara tersebut juga memaksa kita menggunakan kacamata, karena debu-debu yang masuk ke mata membuat pandangan sangat terganggu. Tapi kondisi tidak nyaman seperti ini biasanya hanya terjadi ketika lalu lintas sangat padat.

Cepat. Relatif memang. Tapi secara umum (terutama dengan kondisi lalu lintas seperti sekarang), bersepeda seringkali lebih cepat daripada berkendara lainnya. Karena dimensinya yang blebih kecil, sepeda dapat dengan lincah melaju di antara kemacetan kota. Andaikata tidak macet pun juga tidak terlalu lama. Rata-rata kecepatan bersepeda di jalan raya yang datar adalah sekitar 40 km/jam (hal ini saya bandingkan dengan speedometer mobil yang melaju sejajar dengan saya). Berikut adalah catatan waktu tempuh rata-rata saya dalam setiap perjalanan:
Bandung
Kosan (Cisitu Baru) – Kampus ITB: 5 menit.
Kosan (Cisitu Baru) – Stasiun Hall Bandung: 15-20 menit.
Kosan (Cisitu Baru) – Kosambi: 25-30 menit.
Kosan (Cisitu Baru) – UNPAD Jatinangor: 60 menit.
Jakarta
Rumah (Kalibata) – Stasiun Jatinegara: 15-20 menit.
Rumah (Kalibata) – Salemba: 25-30 menit.
Rumah (Kalibata) – Pondok Kelapa: 30-40 menit.
Rumah (Kalibata) – Kampus Trisakti Grogol: 40-50 menit.
Murah, mudah, sehat, cepat. Empat kenikmatan bersepeda yang saya sebutkan mungkin masih kurang menggambarkan kenikmatan yang sesungguhnya. Sebagai sarana transportasi bukan tidak mungkin sepeda digunakan ke mana saja. Silakan Anda googling sendiri. Tidak sedikit orang Jakarta yang bersepeda ke Bandung atau sebaliknya, ada juga yang bersepeda ke Bali. Pernah saya berjumpa dengan laki-laki 60 tahun yang baru bersepeda dari Sumatera ke Jawa. Saya sendiri ingin melakukan perjalanan Jakarta-Bandung/Bandung-Jakarta dengan sepeda namun belum ada waktu untuk persiapan dan pelaksanaannya. Tapi setidaknya sampai hari ini saya sudah membiasakan diri untuk melakukan perjalanan dari Bandung ke Jakarta atau sebaliknya dengan menggabungkan sepeda dan bis. Bersepeda dari asal (rumah/kosan) ke terminal, lipat sepeda lalu masukan ke bis, turun di kota tujuan, turun dan buka lipatan sepeda, bersepeda ke lokasi tujuan. Untuk Jakarta-Bandung/Bandung-Jakarta sepertinya bis merupakan opsi yang murah untuk digabungkan dengan sepeda. Karena tarif bis hanya Rp50.000,- (ada yang lebih murah dengan kenyamanan lebih rendah tentunya) dan tidak ada biaya tambahan jika sepeda bisa dilipat dan diletakkan di belakang kursi paling belakang (bukan di bagasi). Sementara jika naik kereta, membawa barang berukuran besar (termasuk ukuran sepeda lipat ban 26″) dikenakan biaya setara dengan satu tiket.
Pada awalnya mungkin niat untuk menjadikan sepeda sebagai transportasi individu utama memang berat, karena diperlukan selalu membawa perlengkapan yang menurut saya wajib dibawa seperti tool-kit, pompa, pakaian hujan, dan wewangian jika perjalanan cukup jauh. Namun seiring waktu yang terus berjalan maka kita akan terbiasa, dan teknologi yang ada semakin memanjakan kita. Contoh: pompa sepeda yang dulu berukuran besar dan berat sekarang sudah sangat ringkas dan bahkan tersedia satu paket dengan sepeda itu sendiri (contoh: Biologic Zorin Postpump dari Dahon yang terintegrasi dengan batang sadel). Ah, tak akan habis bicara tentang sepeda. Coba saja.

– Rumah, Jakarta –

Sedikit Cerita Tentang Gambar Tajuk

Foto itu dicrop dari foto karya Barry C. Bishop di situs nationalgeographic.com ,  di bawahnya ada catatan:

Members of the 1963 American expedition wait for their turn to cross an Everest crevasse. One team member died trying to reach the summit, and the photographer of this picture lost toes and fingers to frostbite.

Cerita singkat usaha manusia dalam menjelajahi alamnya dan melewati paradigma batas kemampuannya. Itu tahun 1963, 10 tahun setelah Everest untuk pertama kalinya ditaklukkan oleh Tenzing Norgay dan Edmund Hillary pada 29 Mei 1953. Ditarik semakin mundur ke belakang berarti 39 tahun setelah usaha pendakian oleh tim yang dipimpin Andrew Irvine dan George H. Mallory gagal. Gagalnya tim yang terakhir disebut ini belum tentu mereka gagal mencapai puncak. Dikatakan belum tentu karena tidak ada bukti otentik apakah mereka berhasil mencapai puncak atau tidak, tidak ada bukti foto atau saksi yang mendukung karena pendakian itu berakhir dengan duka. George H. Mallory dan Andrew Irvine meninggal dunia di dekat puncak dunia. Jenazah Mallory dikaabarkan diketemukan pada 1998 dalam keadaan lengkap dan beku, sayang kameranya tidak ditemukan.

Everest hari ini: ramai di setiap masa pendakian. Semakin lama semakin banyak orang berhasil mendaki Everest. Tapi bukan berarti jadi mudah. Pada 1996 pernah terjadi kecelakaan tragis yang menewaskan 8 orang, kecelakaan ini kemudian dinovelkan oleh salah satu personil tim yang selamat, Jon Krakauer (juga penulis novel non-fiksi ‘Into The Wild’), dengan judul ‘Into Thin Air’.

Usaha manusia dalam menaklukan Everest memakan waktu yang lebih lama daripada mencapai bulan. Tapi pada akhirnya kita manusia dapat berdiri di sana. Tak ada yang tak mungkin Kawan.

– Kosan, Bandung –

The Secret Energy in Earth

Vodpod videos no longer available.

more about “The Secret Energy in Earth“, posted with vodpod

Nice isn’t it?

How do you feel now?

It designed to give you positive energy. I can feel it.

Beside that, I feel nature’s greet me there. There’s an abundance of beauty out there, but now most of them are in danger. Are we gonna let it go? Just sit there, facing the screen? Or you’ll jump from your seat, see it by your own eyes, protect it with your own hands, love it with your own heart. If the video can give you the positive energy only by the view and the music, think about what can the warmth, sound, nuance, or anything else that nature can give to you.

Think about it, let’s do it.

– Kosan, Bandung –

Kerusakan Ruang Kuliah Lantai 4 BSC-A Akibat Gempa

Kemarin baru masuk kuliah di ruang ini. Enam hari paska gempa 7,3 SR. Waktu masuk kelas sebenarnya tidak menyadari kondisi atap yang lain dari biasanya ini dan baru terpana setelah diberitahu teman. Alhamdulillah, inilah kerusakan terparah yang ada di sekitar saya.

Turut berduka untuk yang kurang beruntung. Tetap semangat, apapun bentuknya setiap peristiwa yang terjadi pada kita adalah yang terbaik dari Allah S.W.T.

– Kosan, Bandung –

“Passport Blue”, Recomended Comic!!

Ini sinopsis dari Gramedia:

Massugu Magami, siswa kelas 3 SD yang suka bikin ribut di down town Tokyo, tempat tinggalnya. Setelah tahu ayahnya pembuat spare part H-II, roket Jepang, Massugu memaksa ikut ke Tanegashima untuk lihat lepas landas roket. Sepulang dari Tanegashima, Massugu berniat jadi antariksawan! Dengan kemampuannya, berhasilkah Massugu menjadi antariksawan…?

Komik ini benar-benar saya rekomendasikan untuk dibaca. Karena komik ini berhasil bikin saya seharian berada di Zoe Corner, dan bahkan balik lagi besok-besoknya. Komik ini ada 12 seri. Yang menarik dari komik ini adalah cerita perjuangan si anak nakal tadi. Awalnya dia benar-benar cuma seorang anak nakal dengan energi berlebihan, tapi kemudian kita dia punya target hidup yang spesifik dia benar-benar mencurahkan seluruh energinya untuk cita-citanya itu. Mantap!!

Dari 12 seri komik itu mungkin beberapa seri bikin kita rada jenuh, seakan-akan sedang menceritakan sesuatu yang tidak penting dan tidak ada hubungannya dengan keseluruhan cerita. Tapi baca yang benar, karena rangkaian dari setiap adegan dalam komik ini sulit ditebak kelanjutannya. Adegan yang awalnya saya pikir hanya bumbu tidak penting ternyata justru itu yang sangat signifikan pengaruhnya dalam adegan-adegan berikutnya.

Faktor utama yang membuat saya merekomendasikan komik ini adalah: komik ini merangsang kita untuk ikut bangkit dan maju terus. Totalitas perjuangan Massugu Magami dan teman-temannya semua benar-benar bikin kita malu kalau kita ga ikutan maju.

Coba baca komik ini.

Dapet dari situs gramedia.
Dapet dari situs gramedia.

– Kosan, Bandung –

UPT Perpustakaan

Akhirnya hari ini kembalilah saya ke perpustakaan.  Lama sudah tak bersua dengan Ibu Sri yang terkenal itu. Tapi sebelum langsung ke perpustakaan, ingin rasanya melihat-lihat fitur-fitur baru di perpustakaan ini. Sebenarnya terakhir ke sini sekitar beberapa bulan yang lalu sih, tapi waktu itu perpustakaan ini terasa begitu sepi dibanding hari ini. Mungkin karena hari ini masih minggu-minggu awal perkuliahan dan banyak mahasiswa tahun pertama yang belajar di perpustakaan.

Minggu kemarin sempat tarawih di Masjid Salman, kebetulan penceramahnya malam itu Gubernur Jawa Barat yaitu Ahmad Heryawan, Lc. Beliau bilang, kota-kota besar di luar negeri itu hampir dipastikan memiliki perpustakaan kota yang terkenal. Jika kita sampai di kota tersebut dan bertanya pada penduduk setempat dimana letak perpustakaan kota, semua penduduk tau jawabannya. Tapi saat ini di Bandung, ketika kita ditanya dimana perpustakaan di Kota Bandung yang terkenal kita tidak tahu harus menjawab apa. Kemudian setelah gubernur berkata demikian, teman di sebelah bilang perpustakaan kampus kita harusnya jawabannya. Karena perpustakaan kita saat ini sudah bagus lho. Karena penasaran pula, saya semakin tertarik menjelajahi perpustakaan tersebut.

Baik, mari kita lihat fisik gedung perpustakaan ini.

Dilihat-lihat ternyata tembok keramiknya masih relatif cukup lengkap. Sempat terpikir sebelumnya mungkin saja  keramik itu sudah rontok karena gempa kemarin. Kemudian terpikir, mungkin sebaiknya keramik-keramik itu rontok saja agar diganti yang baru atau sekalian dipugar. Terus terang gudang ilmu yang satu ini terlihat cukup menyedihkan.

Tapi ternyata fitur di dalamnya memang menarik. Ilustrasi yang cocok untuk menggambarkan seberapa menariknya mungkin adalah kata-kata dari salah seorang pengunjung perpustakaan, “Sekarang gue bingung kalo ke perpustakaan tu mau ke Sampoerna, Amerika, apa Indonesia!”. Tempat-tempat yang dimaksud itu adalah spot-spot khusus yang berbeda dengan wilayah lainnya di perpustakaan tersebut.

Sampoerna Corner, ini adalah salah satu sudut ternyaman di perpustakaan dan merupakan corner pertama yang didirikan di perpustakaan. Masuk ke wilayah Sampoerna Corner kita harus melepas alas kaki. Fasilitas di dalamnya lengkap, melebihi gambaran awal saya mengenai fasilitas perpustakaan. Komputer dengan akses internet tentu sudah wajar, yang menarik adalah adanya sofa-sofa yang nyaman dan fasilitas tv wide screen lengkap dengan koleksi VCD “Maestro” dan “Permata Bangsaku”. Tidak ada peraturan yang kaku di perpustakaan ini. Anda boleh ribut, boleh nonton tv, boleh tidur di sofa, boleh akses internet sampai mata sepet, dll. Kecuali meminjam buku-buku seru yang ada di dalam corner tersebut, buku-buku itu hanya untuk dibaca di tempat.Corner ini merupakan corner ternyaman, karena itu corner ini paling ramai.

Corner berikutnya adalah American Corner, sesuai dengan namanya corner ini bergaya sangat Amerika. Peta besar Amerika Serikat dipajang di tembok sebelah kanan ruangan. Buku-buku koleksinya juga buku-buku import yang berasal dari Amerika dan juga termasuk majalah-majalah Amerika seperti The New Yorker, People, Rolling Stones USA, dll. Fasilitas komputer dan akses internet juga tersedia di sini, yang menarik adalah komputer yang digunakan merupakan komputer produksi Apple yang layarnya berukuran sangat besar. Keseluruhan isi dari corner ini sangat wajar bernafaskan Amerika, karena memang corner ini merupakan sumbangan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Corner terakhir merupakan corner yang paling menarik bagi saya pribadi. Corner ini merupakan corner yang paling akhir dibangun, sebelumnya belum pernah saya mengunjungi corner ini. Corner ini dinamakan Nation Building Corner. Aneh juga sebenarnya, corner ini berisi buku-buku yang mengobarkan semangat nasionalisme, interiornya pun terdiri dari sejarah Sumpah Pemuda, foto Bung Karno, dll. Tapi mengapa namanya dalam bahasa asing?

Dua fitur terakhir yang akan saya paparkan adalah lantai basement perpustakaan dan mushala yang juga terletak di lantai basement. Untuk menuju lantai basement ini kita tidak perlu menitipkan tas. Karena tidak perlu repot, lantai ini juga merupakan lantai favorit untuk kegiatan belajar bersama. Mushala yang berada di lantai ini awalnya merupakan tempat yang ingin saya hindari karena dalam bayangan saya mushala tersebut masih merupakan mushala terjorok di kampus. Dengan lantai tempat wudhu yang selalu tergenang air, pasir dan rambut yang mengambang di air tersebut, karpet yang lembab dan bau. Berat sekali rasanya untuk ibadah di mushala tersebut. Sudah jorok, rawan maling pula. Tapi ternyata saat ini tidak lagi demikian, mushala telah dipindahkan ke area yang lebih luas. Dibatasi langsung dengan jendela luar mengakibatkan area mushala mendapat penerangan yang cukup terang.

Kesimpulannya, ternyata perpustakaan ini telah berkembang jauh lebih baik dari masa lalunya. Salut untuk UPT Perpustakaan. Semoga semakin lama perpustakaan semakin nyaman. Sekali-sekali datanglah ke perpustakaan kampus, teman yang sudah jarang bertemu biasanya bisa ditemukan di sini.

– Kosan, Bandung –

Ini Dia Pembukanya

Hari ini, saya membuat sebuah alamat blog lagi. Benar, ini bukan blog perdana saya. Selama ini memang sudah sering sekali saya membuat blog namun kemudian blog itu terlantar dan tidak lagi pernah diperbarui sampai akhirnya saya putuskan untuk menutupnya saja. Terakhir ini terjadi ketika saya membutuhkan media untuk berkampanye dan itu sudah lebih dari 1,5 tahun yang lalu.

Sudah lama saya tidak menulis. Pengalaman menulis sebelum-sebelumnya selalu menjadi kenangan manis dan menggugah saya untuk kembali menulis. Bapak saya bilang, saya punya bakat dalam menulis. Saya juga pernah bergabung ke dalam unit Pers Mahasiswa di kampus saya dan menulis artikel beberapa kali untuk unit itu maupun di media mahasiswa lainnya.
Sekarang hari-hari saya di kampus sudah dalam tahap akhir, kuliah sudah sangat sedikit sekali. Dalam seminggu hanya digunakan dua hari untuk berkuliah, itupun hanya 2 jam dan 4 jam saja. Selain menulis untuk Tugas Akhir dan Laporan Kerja Praktik, saya sebenarnya masih memiliki kegiatan lainnya yaitu melaksanakan amanah menjadi anggota legislatif di himpunan mahasiswa. Namun, selebihnya, saya terlalu banyak menganggur.

Keberadaan fasilitas internet di kampus dan di kosan memang sangat membantu untuk mengisi waktu luang. Masalahnya kegiatan berinternet ini kegiatan utama atau kegiatan penunjang? Ketika tidak ada kegiatan lain yang menjadi kegiatan utama maka berinternetlah yang menjadi kegiatan utama dan mendominasi hari-hari. Selanjutnya ketika kejenuhan melanda, tujuan-tujuan hidup terus tertunda bahkan hingga terlupa, internet menyeret saya dalam suatu kondisi yang sangat menyedihkan. Sebagian besar waktu dihabiskan di depan layar laptop. Badan jadi terasa lemas, kehidupan sosial berpindah ke situs jaringan sosial dengan kualitas yang tidak akan sebaik sosial riil, hubungan dengan teman, pacar, dan keluarga menjadi kurang mesra, jiwa jadi hampa karena setiap hari menjadi sama, ah bosan.

Bukan untuk itu saya diciptakan.

Karena itulah saya buat blog ini. Saya ingin kembali produktif! Hari-hari saya seharusnya diisi dengan kegiatan yang lebih bermanfaat. Jiwa, otak, dan hati ini perlu dipenuhi kebutuhannya.

Saya selalu terinspirasi dengan kalimat yang kondang di himpunan mahasiswa tetangga:

“Bangun kawan, kita orang kuat. Berpikir kawan, kita orang cerdas”

– Kosan, Bandung –